Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Rekam Kembali Pengalaman Jerat Burung Puyuh di Kampung

 

Burung Puyuh


 

RakatNtt – Setiap orang punya perjalanan hidup yang tidak sama–pengalaman. Namun, yang pasti setiap orang punya pengalaman masa lalu yang menggembirakan juga yang barangkali melahirkan traumatis.

Pengalaman-pengalaman masa kecil itu, hendaknya direkam kembali dalam refleksi setiap pribadi sembari bertanya; siapakah saya; mau jadi apa saya di masa yang akan datang?

Saya yang lahir dan besar di kampung juga punya pengalaman tersendiri. Pengalaman bermain bola di lapangan yang penuh dengan krikil, mencari kayu api sepulang sekolah bersama teman, bermain karet dan masih banyak lagi.

Yang paling mengesankan bagi saya yakni pengalaman menjerat burung puyuh. Hidup di kampung yang sangat alami, kita masih bisa menemukan burung puyuh di siang hari tatkala berkunjung ke kebun. Kadang sekelompok puyuh terbang dan mengagetkan kita. Orang yang biasa menjerat puyuh pasti tahu tempat burung puyuh mencari makan. Kami menyebut tempat burung puyuh mencari makan denganbahasa bore’ ebor dalam bahasa Kedang.

Saya bersama teman-teman di kampung, memiliki kebiasaan menjerat puyuh, sejak SD-SMP. Melanjutkan SMA ke tempat lain telah mengubah pula kebiasaan menjerat burung puyuh. Saya masih ingat beberapa teman di kampung yang sering bersama-sama menjerat puyuh di belukar yakni Jois, Herman dan Thomas.

Usai pulang sekolah, sehabis makan, celana seragam sekolah tetap di badan dan kami langsung menuju tempat memasang jerat puyuh. Tempat-tempat itu ada yang dekat dengan pemukiman warga di kampung tetapi ada juga yang cukup jauh misalnya di Uru Ala’, Wei Pana, Atung, Liang Lolo’ dan lain-lain.

Kami biasanya memasang jerat sekitar 10-15. Dari semua jerat yang terpasang biasanya masing-masing kami akan mendapatkan puyuh paling banyak 3 ekor. Orang yang dapat paling banyak akan menjadi guru bagi teman lain yang mungkin tak mahir memasang jerat puyuh; saya salah satu yang mahir, hehe.

Bukan hanya tentang jerat puyuh, ada banyak nilai lain yang bisa diperoleh lewat pengalaman-pengalaman kecil semacam ini. Kita mungkin dilatih untuk berusaha mencari tahu sesuatu sampai menemukannya; kita dilatih untuk mengenal bagaimana alam bekerja; kita dilatih untuk hidup gembira bersama teman-teman dalam kesederhanaan; kita dilatih untuk berjuang.

Perkakas jerat terdiri atas tali, belahan bambu yang kemudian dibuat dalam bentuk jerat (witur), juga ada kayu panjang sekitar satu meter yang biasa disebut ora dan satu lagi kayu pendek disebut ile’ – saya agak kesulitan menjelaskan secara baik dalam Bahasa Indonesia.



Intinya, proses awalnya yakni kami pergi ke tempat-tempat yang penuh belukar kering sebab disitu tempat favorit puyuh bermain sambil mencari makan. Kami akan mencari bekas kaki bore’ atau puyuh yang kami sebut sebagai bore’ ebor.

Ada bore’ ebor yang masih baru ada yang sudah lama; kami bisa membaca perbedaanya, misalnya melalui bekas kaki atau ta’i puyuh – ada ta’i basah dan kering.

Ketika sudah memasuki area belukar untuk memasang jerat, masing-masing kami berpencar dan fokus memasang jerat. Sebelumnya, kami sudah sepakat untuk memasang jerat di beberapa tempat sehingga kami bisa sesuaikan dengan jumlah jerat yang tersedia.

Setelah fokus memasang jerat masing-masing, kami bisa saling memanggil dengan memberi kode a la kampung – uuuueeeee! Kami akan saling bersahutan dan berkumpul kembali di suatu tempat dan melanjutkan petualangan ke tempat lain.

Usai memasang semua jerat, biasanya kami pulang ke kampung untuk melanjutkan permainan lain bersama teman-teman yang tidak punya hobi jerat puyuh. Namun, biasanya kami menyempatkan waktu untuk mencari kayu api sebagai ole-ole untuk mama di rumah.

Jika tempat memasang jerat dekat dengan mata air Wei Pana, maka biasanya kami sempatkan diri untuk mandi dan mencuci. Begitu sederhana pengalaman ini. Namun, kini telah hilang jejak. Anak-anak di kampung sudah akrab dengan HP dan sepertinya pengetahuan lokal menjerat puyuh sudah tak dilanjutkan lagi.

Padahal, sebagaimana dikutip dari berbagai sumber, daging puyuh bisa dikonsumsi untuk mencegah penyakit jantung; puyuh juga sebagai sumber vitamin yang baik bagi tubuh. Puyuh adalah daging yang bisa diperoleh secara gratis di sekitar kita, khususnya di kampung.

Post a Comment for "Rekam Kembali Pengalaman Jerat Burung Puyuh di Kampung"