Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Perempuan sebagai Pelaku Kejahatan Anak

 

 

Perempuan bercermin (ilustrasi Pexel)

RakatNtt - Di tengah dorongan kuat untuk melindungi perempuan, menghormati dan menghargai perempuan dalam kehidupan sosial dan relasi lainnya, muncul pula perempuan-perempuan berwatak dan bertingkahlaku kasar.

Perempuan yang disebut sebagai ibu yang melahirkan kehidupan dengan rahimnya yang penuh kasih dan sayang rupanya bisa dibantah ketika muncul perempuan-perempuan kasar dan perusak.

Di berbagai wilayah NTT, kita menemukan banyak sekali kejadian yang pelakunya adalah perempuan, ada yang menjual anak perempuan di bawah umur untuk menjadi pelengkap nafsu birahi seks salah seorang Kapolres yang bertugas di wilayah Flores.

Ada yang dengan alasan supaya perselingkuhannya tidak diketahui suami sah, begitu jahatnya membuang bayi yang dilahirkannya, hasil dari hubungan terlarang. Bukan hanya satu kali, kejahatan membuang bayi di jalan atau di gorong-gorong banyak kali terjadi. Tentu kejahatan ini punya latar belakang masalah yang kompleks dan tidak sama.

Dari peristiwa-peristiwa keji semacam ini, pantaskah perempuan diistewakan sebagai kaum yang lembut hati dan penyayang?

Tentu kita sepakat bahwa perempuan yang harus kita lindungi, kita hormati adalah mereka yang disebut kaum rentan. Namun, kehadiran, oknum-oknum perempuan jahat lainnya bisa merusak nama baik perempuan, bisa merusak cara pandang kaum lain terhadap perempuan.

Hal yang juga tak kalah keji dan bangsat yakni seorang perempuan berkerudung hitam tega meludahi sambil menampar seorang anak yatim di Desa Normal I, Kecamatan omesuri, Kabupaten Lembata.

Korban tersebut diduga hendak melakukan aksi pencurian, ia seorang anak yatim miskin berumur 14 tahun, bernama Harun. Sedangkan perempuan kasar tersebut bernama Mega nama yang amat megah karena mirip dengan nama mantan Presiden RI.

Netizen kemudian melontarkan kemarahan dengan rupa-rupa bentuk. Sanksi sosial memang lebih kejam ketimbang sanksi hukum formal. Aksi kejahatan yang dilakukan oleh Mega dan beberapa oknum laki-laki telah menegaskan bahwa pada sisi tertentu manusia bisa lebih jahat daripada binatang.

Apa yang Kita Pikirkan?

 

Dari rupa-rupa kejahatan di atas, apa yang kita pikirkan tentang perempuan? Masihkah perempuan memiliki sifat keibuan yang sejati? Silahkan bertanya diri!

Musibah yang menimpah Harun, si anak yatim telah merusak mental, psikologis dan fisiknya. Ia mesti segera ditangani oleh orang-orang profesional agar bisa pulih keutuhan dirinya.

Sebab kasus seperti ini akan melahirkan traumatis dan bisa juga dendam membara. Korban suatu saat bisa berubah menjadi pelaku dengan melakukan kejahatan yang sama atau akan ada dendam dalam kehidupan sosial.

Pemerintah, tokoh adat, tokoh agama, tokoh pendidikan mesti secepatnya berkolaborasi melihat relasi timpang yang merugikan Harun sekaligus belajar padanya.

Kita mendesak agar, pertama, pemerintah segera memikirkan cara membangun manusia di Desa. Tak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur tetapi pembangunan kesadaran manusia mulai dari hukum, relasi harmonis, persaudaraan dan solusi arif atas konflik-konflik horizontal yang rentan terjadi.

Anak-anak yang punya latar belakang terlantar mesti secepatnya dicarikan jalan kreatif untuk pengembangan diri mereka, salah satunya adalah memaksimalkan kegiatan-kegiatan Karangtaruna.

Kedua, para tokoh adat di Desa mesti melihat lagi kekuatan budaya lokal yang barangkali sudah mulai redup cahayanya. Budaya a tutu’ tin tehe’ mesti dihidupkan kembali. Budaya makan bersama sambil saling menasihati dalam suku atau marga punya kekuatan dalam memformat cara bertingkahlaku warga suku dalam relasi sosial di Desa atau kampung.

Momen-momen hari raya keagamaan bisa dijadikan sebagai kesempatan a tutu’ tin tehe’ bukan sekadar berjabat tangan dan bercerita melainkan bercerita dalam kaitan dengan saling menasihati.

Ketiga, Lembaga Pendidikan mesti melihat kasus ini sebagai bagian dari tanggung jawabnya. Dari informasi yang beredar ternyata salah seorang terduga pelaku adalah seorang oknum guru mata pelajaran PKN. Sangat miris dan kontradiktif profesi dan tingkah lakunya.

Lembaga sekolah tak hanya menekankan soal kualitas kognitif tapi juga aspek lainnya yang terutama mesti ada dalam diri para guru, kemudian ditularkan kepada anak sekolah. Lembaga sekolah mesti melihat dirinya sebab selain guru sebagai pelaku juga banyak kasus kekerasan lain justru pelakunya adalah anak-anak sekolah.

Keempat, agama. Para pemuka agama mesti juga melihat peristiwa ini sebagai bagian dari tingkah laku di luar norma agama. Artinya, pendidikan beragama yang benar mesti menjadi perhatian.

Umat muslim baru saja selesai dengan Idul Fitri; mohon maaf lahir dan batin tak hanya sekadar di mulut tetapi mesti berakar dalam aspek nyata kehidupan.

Mega sebagai pelaku mesti menyadari ini, bahwa tingkah lakunya sangat kontra dengan ajaran agama. Demikian pun para pelaku yang lain.

Agama, entah Islam, Kristen, Hindu, Budha dll tak pernah melegitimasi kejahatan apalagi kepada yatim. Lantas, apa manfaat kita beragama?

Dalam konteks terakhir ini, ada hal menarik yang bisa, kita sebagai orang beragama belajar pada masyarakat adat suku Boti. Orang Boti Dalam di TTS, ketika ditanya alasan tetap memertahankan kepercayaan tradisional dan tidak mau masuk menjadi orang Islam, atau kristen sebagai dua agama besar di NTT; mereka justru menjawab, silahkan periksa di penjara; apakah ada orang Boti?

Dari orang Boti, kita juga sekali lagi bertanya; apa tujuan kita beragama?

Sebagai penutup, tulisan ini mesti menggugah kita semua bahwa kasus di Desa Normal I adalah tanggung jawab kita semua. Sebagai makhluk sosial, kita mesti berkolaborasi melihat peristiwa gelap ini secara serius.

Warga Desa Normal I khususnya mesti duduk bersama melihat kembali situasi di kampung ini, menyusun ulang cara menyelesaikan persoalan dan juga membuka kesadaran warga kampung tentang manusia dan hukum. Mari kita berkaca pada kasus di Desa Normal I untuk menormalisasi cara kita hidup bersama.

Post a Comment for "Perempuan sebagai Pelaku Kejahatan Anak"