Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Satu Hati di Bawah Beringin Sakral, Jangan Main-main dengan Lembata!

 

Satu untuk Lembata

RakatNtt - Ketika tuak putih sudah diteteskan ke ibu tanah, sirih pinang sudah diletakkan di atas batu-batu sakral, doa-doa adat sebagai spirit dan harapan dirapalkan, maka jangan main-main dengan Lembata.

Tanah Lembata memiliki roh, punya mata, telinga dan hidung. Tanah ini menyaksikan komitmen yang bermuara di bawah beringin sakral bersejarah, di tengah kota Lewoleba, maka sekali lagi, jangan main-main dengan Lembata.

Kanis dan Nasir telah kembali ke Lembata dengan balutan baju-celana putih dan topi kebesaran sebagai pemimpin, Kabelen, Rian Raya-nya tanah Lamale’ang Lembata. Mereka dijemput dengan tarian hedung penuh gembira dan semangat. Sorak-sorai pemimpin baru meletup-letup dari setiap bibir yang menyaksikan langsung, mulai dari Pelabuhan Laut Lewoleba hingga pelataran Kantor Bupati Lembata.

Segenap warga Lembata, mengetahui setiap kata yang disampaikan oleh Kanis dan Nasir usai pesta syukur bersama.

Tentu banyak apresiasi datang dari berbagai penjuru. Namun, karakter politisi biasanya manis di mulut belum tentu pada tindakan. Itu kira-kira bahasa sinisme dari masyarakat tetapi mengandung dukungan dan harapan di dalamnya. 

Kita berharap, dengan dilantiknya Kanis dan Nasir baik di hadapan Kitab Suci maupun kepasrahan di hadapan ritus adat a la orang Lembata di bawah beringin tua penuh sejarah, ada kekuatan positif sebagai energi bagi dua putra Lembata ini untuk membangun Lembata dengan hati yang jujur.

Untuk itu, di tanah yang oleh Steph Tupeng Witin sebagai Negeri Kecil Salah Urus ini, Kanis dan Nasir mesti mengubahnya menjadi wajah baru yang lebih adem dan sejuk melalui setiap kerja-kerja politik selama lima tahun ke depan.

Setiap individu, maupun kelompok diharapkan memberikan dukungan dengan sudut pandang yang berbeda-beda tetapi punya tujuan yang sama yakni kebaikan bersama sebagai jiwa dari politik.

Orang-orang yang bersuara kritis sebagai oposisi, diharapkan tetap konsisten pada jalannya. Namun, oposisi yang kritis bukan sensitif karena berbeda politik. Oposisi yang kritis berarti selalu mengontrol kebijakan-kebijakan dengan motivasi konstruktif bukan demi kepentingan partai yang bertujuan destruktif.

Apa yang yang sudah dibangun, kaum oposisi berhak memberikan nilai, aspirasi dan pandangan; entah dilanjutkan atau didekonstruksi menuju rekonstruksi.

Hal yang paling penting adalah Kanis dan Nasir harus mampu mewujudkan janji-janji politiknya dengan penuh komiten dan kejujuran dengan tetap berada di atas fondasi kearifan lokal tanah ini.

Sudah minum tuak Lembata dan makan sirih pinang berarti jangan sekali-kali mengingkari janji politik, jangan sekali-kali menipu. Sebab, Nilai-nilai dalam budaya atau kearifan lokal selalu mengajarkan tentang konsekuensi dari sebuah tindakan, entah yang baik atau buruk. 

Berbuat baik, maka engkau akan mendapatkan yang baik, berbuat jahat, engkau akan mendapatkan yang jahat. Perbuatan ini bukan hanya melalui tindakan, melainkan kata-kata dan kesaksian. 

Makanya, dalam bahasa Kedang, sebagaimana dijelaskan Benyamin Molan, orang Kedang menyebut Wajah dengan kata ningmato

Secara harafiah, ning artinya hidung, mato artinya mata. Benyamin mengatakan, hidung dan mata adalah indra yang paling jujur. Mengapa mulut atau lidah tidak disebutkan untuk menjelaskan wajah? Ya, mulut apalagi lidah (ebel) pandai berbohong. 

Kata ebel sangat dekat dengan kata belo' atau memotong. Apa yang dilihat oleh mata dan dirasakan oleh hidung seringkali dimanipulasi oleh lidah yang suka berbohong. 

Jika kita adalah masyarakat beradat, belajarlah pada mata dan hidung agar selalu jujur, bukan manipulatif, suka bohong dll, sebab konsekuensinya cepat atau lambat akan datang pada kita. Orang Pantar bilang garam tidak langsung terasa asin, orang Kedang bilang lombok tidak langsung terasa pedis. 

Pada akhirnya, mari kita semua mendukung dua putra terbaik kita ini untuk membangun Lembata.