MBG di Papua Harus Gunakan Pangan Lokal, Ini Alasannya
![]() |
Ubi adalah salah satu jenis pangan lokal, termasuk ditemukan banyak di Papua |
RakatNtt - Saya sepakat dengan pendapat dari Bupati Dogiyai, Yudas Tebay, yang menganjurkan MBG atau Makan Bergizi Gratis di Papua, khususnya di Kabupaten Dogiyai mesti menggunakan pangan lokal.
Menurutnya, MBG bisa berjalan secara baik jika pangan lokal menjadi solusi. Sebab dengan menggunakan pangan lokal, para petani dan peternak lokal di Papua bisa mendapat perhatian dari pemerintah melalui MBG.
Pendapat dari Bupati Yudas Tebay ini patut didukung sebab melalui pangan lokal, MBG di Papua bisa menyentuh akar budaya pangan di Papua. Pangan lokal yang begitu banyak di Papua adalah solusi yang mesti menjadi perhatian utama pemerintah dalam menyukseskan program MBG di tanah yang kaya raya ini.
Namun, jika kita melihat di lapangan, sepertinya, menu MBG ini menggunakan makanan seragam bukan beragam. Padahal kita tahu, bahwa Indonesia, Khususnya di Papua, pangannya sangat beragam, baik umbi-umbian, pisang, buah, pangan laut dan lain-lain. Oleh karena itu hal yang mesti dilakukan oleh Pemerintah Daerah maupun Pusat adalah memberdayakan warga lokal untuk menyiapkan pangan lokal mendukung MBG.
Ada tiga hal yang penting sekali jika MBG di Papua menggunakan pangan lokal. Pertama dari aspek gizi tentu sangat relevan. Sebab pangan lokal adalah makanan yang paling sehat. Oleh karena itu, pemerintah tak harus memaksa MBG di Papua menggunakan nasi atau beras dari luar Papua atau makanan dari daerah Jawa.
Kedua, aspek ekonomi warga lokal. Dengan menggunakan pangan lokal, maka warga lokal Papua, misalnya nelayan, petani dan peternak bisa diberdayakan dan mendapat keuntungan ekonomi. Namun, jika makanannya seragam, katakanlah nasi dan tahu-tempe, maka keadilan ekonomi bagi warga lokal tak tersentuh.
Ketiga adalah aspek budaya. Pemerintah mestinya mendorong MBG menggunakan pangan lokal agar sesuai dengan akar budaya pangan orang Papua. Anak-anak Papua mesti diedukasi agar tidak mamandang rendah pangan lokalnya sendiri. Sebab, justru yang paling sehat dan bergizi adalah pangan lokal Papua, sebuat saja, ubi, pisang, sagu dan lain sebagainya.
MBG menjadi kesempatan mendorong orang Papua untuk tetap melekat dengan budaya pangan lokalnya, sembari mendidik anak-anak sekolah agar tidak malu mengonsumsi pangan lokal. Juga menjadi strategi untuk membangkitkan rasa cinta anak-anak Papua terhadap budaya pangannya sendiri.
Poin paling terakhir di atas, mesti juga masuk menjadi Muatan Lokal di sekolah-sekolah. Para guru harus mulai mengedukasi agar anak-anak Papua tidak malu atau inferior mengonsumsi pangan lokal, pangan milik nenek moyang mereka yang amat sehat.
Hal ini juga mau mengkritik cara kerja beberapa konten kreator yang tidak kreatif di facebook pro yang memanipulasi narasi pangan lokal Papua yakni menukar mie instan dengan pangan lokal atau memposting foto orang Papua membuat sagu lalu dinarasikan sebagai makanan kelas bawah dengan tujuan mencari donasi lalu tidak tahu arah uang tersebut untuk siapa.
Mari kita sama-sama merawat dan kembali mencintai dan mengonsumsi pangan lokal Papua. Kita bangga dengan alam Papua yang menyediakan segalanya.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete