Konsep Akhir Zaman dalam Kepercayaan Lokal Orang Kedang, Lembata
![]() |
Ilustrasi Bulan dan matahari (pexel) |
RakatNtt - Orang Kedang di Kabupaten Lembata, NTT, terkenal memiliki budaya yang unik, salah satunya adalah bahasa Kedang yang berbeda dengan bahasa-bahasa lokal lain di sekitarnya baik di Flotim maupun kepulauan Alor.
Hal unik lainnya yakni adanya kepercayaan lokal orang Kedang tentang konsep akhir zaman.
Saya mencatat konsep akhir zaman dalam kepercayaan lokal orang Kedang sebagai informasi awal bagi semua orang, khususnya mahasiswa yang mau mandalaminya lebih ilmiah.
Konsep Bulan dan Matahari
Bulan dan matahari atau wula-loyo dalam kepercayaan lokal orang Kedang selalu dipersonifikasi sebagai gambaran akan wujud Tertinggi. Namun, dalam cerita mitologi tentang Peni Muko Lolon dan Pulo Lamale’ang, bulan dan matahari juga diceritakan sebagai dua kekuatan yang saling bermusuhan, seperti Yin dan Yang-nya orang China.
Dalam mitologi tersebut, bulan digambarkan sebagai kekuatan jahat atau gelap, sebagai ibu dari roh-roh jahat, suanggi dll. Sementara itu, matahari sebagai kekuatan baik yang melahirkan manusia yakni Peni Muko Lolon, seorang perempuan cantik dari langit.
Secara singkat, sebenarnya, cerita ini mau menegaskan bahwa martabat perempuan itu tinggi, dari langit, dari Tuhan, perempuan bukan kaum kelas dua. Sebab perempuan adalah pemberian dari langit, dari matahari, dari Tuhan sendiri.
Lalu, bagaimana kita menghubungkan simbol bulan dan matahari ini dalam konsep tentang akhir zaman menurut orang Kedang?
Saya diam sesaat ketika bertanya tentang konsep akhir zaman pada seorang bapak yang bernama Beda Pati di kampung Hule, Desa Nilapo’. Ia mengatakan, akhir zaman akan terjadi jika bulan dan matahari berdamai kembali. Sungguh sebuah jawaban yang tidak masuk di akal jika tidak didalami secara serius.
Dua simbol ini pada mulanya pernah berseteru, baku tuduh, tidak searah. Dan dari pertengkaran bulan dan matahari, maka lahirlah dosa, lahirlah kekuatan gelap yang disimbolkan melalui tokek, kadal, ular, suanggi dan lain-lain.
Mereka bertengar di langit dan menjatuhkan dua kekuatan ke bumi yakni kekuatan baik disimbolkan melalui seorang perempuan, sedangkan yang jahat melalui ular, kadal, tokek, suanggi dan lain-lain yang akan selalu ada bersama perempuan yang baik itu.
Nah, dari konsep seperti itu, poin penting yang mesti kita dalami adalah konsep tentang bulan dan matahari secara mikrokosmis yakni ada dalam diri manusia; ada dalam karakter dan kelakukan manusia. Artinya, akhir zaman menurut orang Kedang adalah adanya dunia baru yang penuh damai dan bahagia. Akhir zaman adalah gambaran akan sesuatu yang baru.
Jika kita melihat secara mikrokosmis berarti, akhir zaman menurut orang Kedang mau mengajarkan tentang sebuah kebajikan yakni membersihkan diri dari kesalahan-kesalahan, dari dosa dan tingkah laku negatif yang dilakukan oleh manusia itu sendiri.
Akhir zaman tidak dilihat sebagai sebuah dunia baru yang ada setelah kematian tetapi akhir zaman bisa ada kini, di sini dan sekarang. Akhir zaman bukan terjadi ketika ada bencana alam, longsor, tsunami dll, tetapi akhir zaman berarti kita menghancurkan dosa, menghancurkan tingkah laku kotor kita agar bisa masuk pada kehidupan baru yang lebih damai.
Akhir zaman tidak dilihat sebagai akhir dari dunia, akhir dari kehidupan tetapi akhir zaman adalah sebuah fase katarsis bagi manusia; membersihkan diri, memperbaharui diri untuk masuk pada sebuah kehiduan baru yang damai, dunia yang adil, damai dan harmonis, yang bisa kita lakukan setiap hari tanpa menunggu menjelang ajal menjemput atau menjelang hari raya Paskah.
Dengan demikian, konsep akhir zaman menurut orang Kedang adalah konsepnya tentang dunia baru yang diisi dengan hidup damai, bersih, tidak ada perang dan lain-lain.
Secara lebih khsusus, kita mesti membawa konsep berdamainya bulan dan matahari itu ke dalam diri kita masing-masing. Kita mendamaikan yang positif dan negatif, kita memperbaharui diri menjadi orang baru. Berdamai di dalam diri dan di luar diri dengan sesama, dengan Tuhan dan dengan alam semesta di sekitar kita.