Kesetiaan Penjaga Sirih Pinang dalam Pesta Rakyat Kedang
Para penjaga sirih pinang dalam pesta rakyat Kedang |
RakatNtt.com
–
Pesta-pesta rakyat, apapun bentuknya, energinya adalah pohing ling holo wali, gotong royong, kerja bersama. Sebut saja
pesta kematian, kehadiran banyak orang yang datang akan mempermudah kerja sama
tetapi juga menambah beban kerja.
Setiap orang hadir membawa diri, memberikan pikiran
untuk memperlancar pesta rakyat dimaksud. Namun, sering kali kita lupa melihat
kesetiaan orang-orang di belakang pesta rakyat. Kita mungkin lebih membuka mata
terhadap mereka yang ada di depan, yang duduk di atas bale-bale menerima tamu
yang datang.
Tetua laki-laki yang duduk di depan bersama para
tamu “agung” – sebut saja misalnya ine
ame dalam pesta kematian dalam budaya
orang Kedang – akan diangkat harga dirinya jika pelayanan dalam pesta kematian
berjalan normal.
Namun, dalam sistim fungsional, satu elemen yang
rusak, akan merusak elemen yang lain. Artinya, dalam konteks pesta rakyat,
mama-mama atau bapak-bapak di belakang dapur juga punya peran yang sangat penting
dan aktif mendukung pesta tersebut berlangsung normal.
Mama
Penjaga Sirih Pinang
Mama-mama yang bertugas menjaga atau menyiapkan
sirih pinang hadir dengan kesetiaan yang tak terbantahkan. Tugas mereka adalah
menyiapkan sirih pinang untuk melayani setiap orang yang datang. Bayangkan saja
betapa setianya mereka duduk dari pagi hingga malam bahkan hingga berakhirnya
pesta rakyat tersebut.
Dalam budaya pesta rakyat Kedang, sirih pinang adalah
suguhan pertama bagi “kenyamanan” tamu; sirih pinang tak boleh terlambat
apalagi kurang. Semua itu menjadi tugas pokok yang harus dilaksanakan oleh
mama-mama penjaga sirih pinang. Mereka tidak diberikan wewenang atau tugas
lain. Fokus mereka adalah menyiapkan sirih pinang bagi setiap orang yang datang
tanpa mengeluh apalagi marah.
Selain para penjaga sirih pinang ini, di balik pesta
rakyat juga kita menemukan banyak orang setia lainnya; para tukang masak,
petugas cuci piring, laki-laki yang bertugas membantai hewan, bapak-bapak yang
bertugas menjaga dan membagi daging agar bisa melayani semua yang datang, petugas
potong kayu bakar, petugas yang mengarahkan orang untuk duduk dan makan atau yang
mengatur lalulintas pesta, para anak muda yang melayani tamu untuk makan dan
sebagainya.
Artinya dalam pesta rakyat, semua punya tugas yang
sama penting tanpa mendominasi satu sama lain. Tetua adat yang tugasnya hanya
duduk di atas bale-bale bersama tamu juga adalah tugas yang amat penting.
Sebab ia memegang peranan kunci; ia juga yang bertanggung
jawab terhadap pesta tersebut. Dalam pesta kematian misalnya, pihak om akan
duduk bersama tetua yang mewakili suku tuan rumah. Semua kata-kata “mutiara”
entah yang baik atau buruk akan dilemparkan semua kepada tetua yang mewakili
suku bersangkutan disaksikan oleh banyak orang yang hadir pada pesta tersebut.
Kerja
Bersama
Apa kira-kira poin yang kita petik dari kerja
gotongroyong tersebut. Yang paling penting adalah mereka bertanggung jawab
terhadap tugasnya masing-masing tanpa merasa diri paling super. Masing-masing
hadir bekerja entah menggunakan mulut maupun tangan tanpa mengeluh – walaupun sering kali
salah paham bisa muncul dalam situasi tertentu.
Setiap orang yang hadir memahami betul tugas yang
diembannya. Petugas dapur paham dengan tugasnya, bekerja dengan tangan dan mulut
sambil berguyon, petugas cuci piring pun sama sambil bergosip misalnya lalu tertawa
bersama. Semua dilakukan dengan tanggung jawab diliputi rasa bahagia.
Sementara itu, para tetua tak hanya duduk; mereka
juga sambil memikirkan lalulintas adat untuk mendukung suksesnya pesta rakyat tersebut
– biasanya paling rumit adalah pesta kematian.
Gong gendang juga sesekali dibunyikan untuk menghibur
para partisipan pesta juga mengganggu mata agar jangan cepat mengantuk misalnya.
Suasana pesta adalah suasana keluarga, suasana kerja sama dan kerja
bersama-sama. Semua hadir dengan perannya dan setia dengan tugasnya hingga
berakhirnya pesta tersebut.
Kita tentu belajar pada orang di kampung bahwa
gotongroyong adalah budaya yang mesti
tetap dihidupkan; kekeluargaan mesti tetap diperkokoh.