Kampung Lama sebagai Yang Spiritual dan Material
RakatNtt.com – Kampung lama atau dalam bahasa Kedang (Nari’ Edang) disebut sebagai Leu Tuan memiliki kaitan erat dengan kehidupan masyarakat Kedang. Frasa Leu Tuan secara harafiah bisa diartikan sebagai kampung lama; Leu artinya kampung, Tuan artinya lama.
Tak hanya itu, Leu Tuan juga bisa berarti kampung leluhur. Kata Tuan dalam bahasa Kedang juga artinya leluhur – dan juga cicak; tuan adalah kata yang memiliki makna polisemi.
Orang Kedang hingga sekarang masih merawat kampung lamanya sebagai tempat bersejarah. Bahkan kampung lama memiliki makna kelas sosial budaya; suku yang tidak memiliki kampung lama dianggap masih terombang-ambing keberadaannya atau suku yang secara adat tidak punya dasar yang kokoh.
Terlepas dari itu, dalam tulisan singkat dan sederhana ini, ada dua hal penting yang melekat pada keberadaan kampung lama bagi orang Kedang.
Pertama, sebagai Yang Spiritual
Kampung lama bukan saja sebagai sebuah tempat melainkan lebih dari itu ialah tempat yang memiliki nilai spiritual bagi kehidupan orang Kedang.
Roh para leluhur dipercaya selalu ada di kampung lama; pusat-pusat ritual sakral selalu dilakukan di kampung lama, batu-batu sakral (lapa’ tarang) yang dipercaya memiliki kekuatan di luar nalar manusia. Ada mi’er renga (tentara gaib) yang selalu hidup dan melindungi kampung lama dan masih banyak lagi keyakinan spiritual yang terus hidup.
Di tempat ini juga, ada jenis pohon tertentu yang tidak boleh dipotong apalagi ditebang misalnya pohon rita yang sudah disahkan sebagai pohon kehidupan melalui ritual adat (ite arin).
Kampung lama juga dipercaya sebagai tempat suci karena itu orang yang datang melakukan ritual di tempat ini harus memiliki tujuan yang positif bukan sebagai “mata-mata.”
Nilai spiritual ini menjadi dasar bagi orang Kedang untuk terus merawatnya. Biasanya di kampung lama dibangun rumah adat (ebang huna hale) juga ada huna lelang sebagai simbol bersatunya leluhur laki-laki dan perempuan.
Lantaran kampung lama memiliki nilai spiritual, maka setiap orang yang berkunjung khususnya saat melakukan ritual harus benar-benar memiliki hati yang jernih untuk masuk pada area ritual.
Nilai spiritual ini pula mendorong setiap orang untuk tetap menyadari bahwa selain manusia ada juga kekuatan lain yang saling berhubungan dan saling menjaga untuk sebuah kehidupan yang lebih baik.
Kedua, sebagai Yang Material
Selain nilai spiritual, kampung lama juga melekat dengan nilai material. Artinya, di luar area ritual, ada tempat-tempat yang dijadikan sebagai kebun milik warga suku, misalnya kelapa, kemiri, kakao, keladi, porang, pisang, tempat pelihara kambing, babi, ayam dan lain sebagainya.
Jadi, di kampung lama, warga suku bersangkutan menimbah dua nilai sekaligus yakni spiritual dan material. Nilai material memberikan kehidupan jasmani bagi warga suku dan spiritual memberikan kehidupan rohani.
Berkunjung ke kampung lama memang sangat berbeda. Kita bisa memaknai napak tilas sejarah para leluhur sambil menikmati ubi dan pisang bakar sekaligus air kelapa muda.
Di tempat ini pula, warga suku bisa memanen kemiri dan kelapa untuk keberlanjutan hidup keluarga.
Dari dua nilai ini, sebetulnya yang harus kita sadari bahwa setiap warisan leluhur selalu punya nilai dan relevansi untuk kehidupan pada zaman sekarang. Oleh karena itu, jika sudah lama bertualang di kota atau tanah rantau, sesekali luangkan waktu untuk kembali ke kampung moyang merasakan udara yang murni, pepohonan dengan dedaunan yang hijau, kicau burung Sawe pada ranting tertinggi pohon beringin, dan dapatkan inspirasi baik spiritual maupun material.