Hari Ibu Hari Iba dan Spirit Peni Muko Lolon
Perempuan setia di belakang mendukung suksesnya hajatan |
RakatNtt.com
–
Hari ibu atau hari iba? Sebuah pertanyaan menggelitik yang perlu direfleksikan
pada momen Hari Ibu pada 22 Desember 2024. Seolah berubah dari biasanya, hari
ini, para ibu atau mama dimunculkan pada ribuan beranda facebook dengan ucapan
beragam.
Semua ucapan tertuju pada ibu sebagai seorang
manusia yang berguna bagi kehidupan. Menurut catatan sejarah, hari ibu lahir
dari sebuah gerakkan untuk memajukan perempuan. Hari Ibu berembrio pada tahun
1928 dan dideklarasikan pada 1938. Tentu perempuan punya cara bereksistensi yang berbeda dengan
laki-laki tetapi perempuan dan laki-laki punya esensi yang sama yakni sebagai
manusia.
Namun, data-data empiris selalu memperlihatkan bahwa
perempuan selalu direduksi dalam segala hal, termasuk dalam hal berpolitik. Banyak
perempuan direkrut dalam partai politik hanya sebagai pelengkap untuk memenuhi
tuntutan administrasi di musim Pileg.
Perempuan masih dilihat sebagai manusia kelas
terakhir sehingga tugasnya hanya sebagai pelayan makan malam, bagi-bagi aqua
dan seterusnya. Sementara itu, yang laki-laki selalu berdiri di depan memegang
mic dan sebagai pembicara.
Tak hanya dalam dunia politik, kita juga menyaksikan
masih banyak kekerasan dengan anekaragam motif, mulai dari KDRT, kekerasan
fisik pun verbal di tempat kerja maupun di tempat umum lainnya.
Walaupun sudah banyak organisasi atau komunitas berbasis
perempuan tetapi kekerasan selalu hadir dengan wajah baru dan menjadikan
perempuan sebagai obyek.
Nah, dari sekian banyak risiko negatif yang dialami
perempuan yang notabene pelakunya adalah laki-laki, semestinya, hari ibu bukan
sekadar hari posting foto mama di facebook melainkan hari merefleksikan cara
kita terhadap perempuan dan tentu saja hari bagi perempuan untuk merefleksikan
eksistensi dirinya di hadapan laki-laki.
Sebab sering kali perempuan pun mengikuti saja cara
pandang kelas sosial ketidaksetaraan gender yang cenderung menomorduakan perempuan.
Perempuan terbuai dengan cara pandang konservatif dan tidak menjadi progresif
padahal perempuan punya kemampuan untuk berdiri sendiri.
Peni
Muko Lolon sebagai Spirit
Dalam berbagai cerita mitos maupun legenda lokal,
perempuan selalu dihadirkan sebagai tokoh sentral dalam sebuah kehidupan. Paling
banyak legenda menegaskan eksistensi perempuan sebagai makanan – ada Ine Pare, Tonu Wujo, Dewi Sri dll – juga
ada mitos yang menggambarkan bahwa perempuan bisa bersaing dengan laki-laki.
Di Kedang, Lembata, ada mitos tentang Peni Muko
Lolon dan suaminya Pulo Lama Le’ang. Dari mitos Peni Muko Lolon tercatat bahwa
perempuan adalah manusia terbaik yang dikirim oleh Tuhan ke bumi sebagai
pendamping laki-laki.
Peni Muko Lolon diseleksi oleh Wujud Tertinggi dan
diturunkan ke bumi dan harus diterima dengan cara-cara santun atau halus – Peni
Muko Lolon harus diterima di atas sebuah piring berisi kapas putih karena
manusia laki-laki berbulu badan tajam dan kasar.
Singkat cerita, Peni Muko Lolon menikah dengan Pulo
Lama Le’ang. Suatu hari Pulo Lama Le’ang menipu Peni Muko Lolon dan strategi
rekayasa tersebut pada suatu ketika kemudian diketahui oleh Peni Muko Lolon.
Akibatnya, Peni Muko Lolon merasa sakit hati dan
memberontak dengan cara pulang kembali kepada bapaknya di kerajaan langit tanpa
sepengetahuan laki-laki. Strategi ini juga bermula dari Peni Muko Lolon menipu
suaminya; menipu balas.
Hal ini membuat laki-laki kesepian dan stres selama
7 tahun. Namun, untuk menebus semua kesalahan ini, Pulo Lama Le’ang harus
menyerahkan dua saudarinya kepada saudara dari Peni Muko Lolon sebagai
pengganti belis agar Peni Muko Lolon bisa kembali ke bumi.
Happy
ending pun terjadi keduanya bersatu kembali dijembatani oleh
sang anak yakni Pulo Ulun. Nah, dari cerita mitos maupun legenda terlihat jelas
sejak dulu para moyang kita sudah menempatkan perempuan setara dengan
laki-laki.
Tanpa perempuan yang hadir sebagai makanan,
laki-laki tidak bisa hidup, tanpa perempuan sebagai pemberian terbaik dari
Tuhan, laki-laki akan hidup sendiri dan stres ditambah lagi tak memiliki
keturunan.
Ada pula spirit lain dari mitos Peni Muko Lolon yakni
sesungguhnya perempuan bisa memberontak teradap perlakuan laki-laki yang tidak
adil alias menipu. Perempuan bisa membentuk diri sebagai perempuan progresif
yang mampu menegur tingkah negatif laki-laki.
Hal ini sesungguhnya dalam catatan sejarah sudah banyak
terjadi, banyak pahlawan perempuan Indonesia yang bergerak baik di bidang
pendidikan maupun politik. Gerakan-gerakan perempuan tak boleh mati; ia mesti
terus mengalir.
Dengan momen Hari Ibu, perempuan juga mesti bertanya
diri untuk bisa berkembang menjadi diri sendiri dalam bidang-bidang yang
diminati bukan sekadar sebagai tukang cuci piring, tukang “gosip,” tukang masak
dan tukang cuci pakaian laki-laki.
Perempuan bisa membentuk dirinya melalui wadah-wadah profesional, berpolitik dengan dasar kesadaran yang aktif, mengembangkan diri, menjadi panutan dan guru hebat di sekolah-sekolah dan seterusnya.
Sudah saatnya
pula, perempuan harus maju ke depan dan berdiri bersama laki-laki untuk
mengubah dunia menjadi lebih baik.