Mewaspadai Tiga Dosa di Sekolah
RakatNtt.com
-
Sekolah sering mendapat tempat terhormat dalam struktur kehidupan sosial
lantaran sebagai tempat mendidik manusia. Orang-orang yang bekerja di dalamnya
disapa dengan nama yang amat terhormat pula, ‘guru.’
Sebagai lembaga pendidikan, pemerintah selalu
memerhatikan aliran anggaran untuk mendukung dan meningkatkan kualitas sebuah
sekolah. Namun, seringkali kita mendengar keburukan-keburukan yang ada di
sekolah. Ada keburukan yang berhasil mencuat ke publik, ada keburukan atau dosa
yang menjadi rahasia bersama di dalam lembaga sekolah. Kita pernah mendengar
guru siksa murid, kita juga pernah mendengar Kepala Sekolah masuk penjara
karena korupsi dan masih banyak dosa lainnya.
Selain dosa-dosa yang disebutkan pada bagian
pengantar di atas, berikut ini akan ditambahkan lagi beberapa dosa yang ada di
sekolah yang perlu diwaspadai.
Pertama,
Premanisme. Dosa jenis ini sering terjadi dan
mungkin dianggap biasa-biasa saja. Premanisme sering lahir dari atas ke bawah,
pimpinan kepada bawahan. Seorang Kepala Sekolah misalnya melakukan kekerasan
verbal bahkan mengarah ke fisik kepada guru-guru di sekolah tanpa dibantah atau
direspons secara berani oleh para guru. Seyogyanya, seorang pimpinan sekolah
adalah ia yang menjadi filsuf untuk menyelesaikan sebuah persoalan.
Kebijaksanaan seorang pimpinan dapat teruji ketika
masalah kecil tak dihadapi dengan cara-cara premanisme. Kata anjing, babi,
bangsat seringkali gampang keluar dari mulut pimpinan sekolah kepada guru yang
mengakibatkan iklim di sekolah menjadi kian panas dan nuansa kebahagiaan
bekerja menjadi redup.
Sementara itu, pada sisi lain, guru dilarang
melakukan praktik kekerasan kepada murid. Namun, pada konteks lain, Kepsek
justru gampang mempraktikkan cara-cara buruk kepada bawahannya.
Kedua,
Kapitalisme. Karakter kapitalistik selalu melihat
sekolah bukan sebagai tempat mendidik manusia melainkan semata-mata lahan
bisnis yang memberikan keuntungan berlipat ganda. Akibatnya, fasilitas
pendukung sekolah tidak diperhatikan tetapi tetap fokus membangun strategi mendapatkan
uang walaupun dengan cara-cara ilegal, misalnya, data siswa siluman.
Para guru yang bekerja profesional seringkali
mendapat ancaman karena selalu berpikir kritis untuk kemajuan sebuah sekolah.
Karakter kapitalistik cenderung menyeragmakan pikiran atau pendapat yang
beragam. Kepala Sekolah berkarakter jenis ini, tidak mau pikirannya dibantah
atau dikritik oleh rekan kerja lainnya. Respons yang sering muncul berupa nada
ancaman: jika tidak mau disini silahkan cari kerja di tempat lain. Inilah bahasa
sarkas dari Kepala Sekolah yang tidak profesional dan tak layak menjadi seorang
pemimpin di lembaga terhormat.
Tak hanya itu, para guru sebagai homo faber (manusia pekerja) yang sedang
bekerja tidak diberi ruang untuk mengoptimalkan kemampuannya sebagai guru,
bekerja dengan bahagia tetapi sebaliknya mereka dialienasi menjadi alat semata;
kerja penuh tekanan dan ketakutan. Cara ini menjadi peluang bagi Kepala Sekolah
kapitalis untuk menjaga status quo-nya dan agar ia tidak diganggu walaupun
melakukan kesalahan.
Nilai para guru sebagai manusia direduksi menjadi
nilai ekonomis belaka. Hal ini menjadi sebuah dosa yang sulit dibantah oleh
para guru di tengah tuntutan hidup yang mencekik. Jadi walaupun dengan honor di
bawah satu juta, para guru tetap tunduk pada pimpinan sekolah berwatak
kapitalistik agar bisa bertahan di sekolah. Silahkan Anda bertanya diri, apakah
pernah mengalami situasi seperti ini di tempat kerja Anda?
Ketiga,
Data Siluman. Masih bertalian dengan dosa kedua di atas
yakni data siluman. Semakin banyak jumlah siswa, maka akan bertambah pula
aliran dana BOS dari Jakarta ke sekolah bersangkutan. Data siswa siluman ini
juga menjadi dosa di sekolah yang perlu diperiksa. Seringkali data siswa riil
akan berbeda dengan data yang terlihat pada Dapodik (kemendikbudristek) atau
pada Emis (Kemenag).
Dosa ini mestinya dihapus dengan cara diperiksa
secara serius agar sekolah tidak dijadikan tempat memanipulasi nama manusia
untuk keuntungan sepihak. Tak hanya siswa siluman, ada pula kuitansi siluman. Kuitansinya
ada tetapi barangnya tidak ada. Ini juga adalah dosa yang perlu diwaspadai di
setiap sekolah.
Jika kita menginginkan sekolah betul-betul menjadi
lembaga terhormat yang menghasilkan manusia, dosa-dosa seperti di atas mesti
diwaspadai agar tidak terjadi di sekolah baik sekolah negeri maupun swasta khususnya
yang menggunakan nama agama.
Guru sering di sebut sebagai "Pahlawan tanpa tanda jasa". Kalimat ini secara implisit mengatakan bahwa walaupun guru itu besar jasanya tetapi tetap tidak di anggap oleh orang lain dan sekaligus secara tidak langsung mendiskreditkan martabat guru itu sendiri. Guru seperti babu di paksakan untuk mencerdaskan anak bangsa, di persulit administrasi yang ribet dan di upah dgan gaji yang kecil.
ReplyDeleteBetul
DeleteRealistis.Saya rasa bahwa ketiga Dosa di atas terdapat pada semua sekolah manapun.entah salah satunya,duanya bahkan ketiga-tiganya.Lalu tugas yang seharusnya mencerdaskan anak bangsa menjadi hal yang kesekian sehingga terbukti dari masa ke masa karakter kita semakin parah.Pendidikan tanpa membentuk karakter yang baik adalah omong kosong.🙃
ReplyDeleteTrimakasih satas pikirannya
Delete