Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Mewaspadai Tiga Dosa di Sekolah

 

 

Ilustrasi pexel


RakatNtt.com - Sekolah sering mendapat tempat terhormat dalam struktur kehidupan sosial lantaran sebagai tempat mendidik manusia. Orang-orang yang bekerja di dalamnya disapa dengan nama yang amat terhormat pula, ‘guru.’

Sebagai lembaga pendidikan, pemerintah selalu memerhatikan aliran anggaran untuk mendukung dan meningkatkan kualitas sebuah sekolah. Namun, seringkali kita mendengar keburukan-keburukan yang ada di sekolah. Ada keburukan yang berhasil mencuat ke publik, ada keburukan atau dosa yang menjadi rahasia bersama di dalam lembaga sekolah. Kita pernah mendengar guru siksa murid, kita juga pernah mendengar Kepala Sekolah masuk penjara karena korupsi dan masih banyak dosa lainnya.

Selain dosa-dosa yang disebutkan pada bagian pengantar di atas, berikut ini akan ditambahkan lagi beberapa dosa yang ada di sekolah yang perlu diwaspadai.

Pertama, Premanisme. Dosa jenis ini sering terjadi dan mungkin dianggap biasa-biasa saja. Premanisme sering lahir dari atas ke bawah, pimpinan kepada bawahan. Seorang Kepala Sekolah misalnya melakukan kekerasan verbal bahkan mengarah ke fisik kepada guru-guru di sekolah tanpa dibantah atau direspons secara berani oleh para guru. Seyogyanya, seorang pimpinan sekolah adalah ia yang menjadi filsuf untuk menyelesaikan sebuah persoalan.

Kebijaksanaan seorang pimpinan dapat teruji ketika masalah kecil tak dihadapi dengan cara-cara premanisme. Kata anjing, babi, bangsat seringkali gampang keluar dari mulut pimpinan sekolah kepada guru yang mengakibatkan iklim di sekolah menjadi kian panas dan nuansa kebahagiaan bekerja menjadi redup.

Sementara itu, pada sisi lain, guru dilarang melakukan praktik kekerasan kepada murid. Namun, pada konteks lain, Kepsek justru gampang mempraktikkan cara-cara buruk kepada bawahannya.

Kedua, Kapitalisme. Karakter kapitalistik selalu melihat sekolah bukan sebagai tempat mendidik manusia melainkan semata-mata lahan bisnis yang memberikan keuntungan berlipat ganda. Akibatnya, fasilitas pendukung sekolah tidak diperhatikan tetapi tetap fokus membangun strategi mendapatkan uang walaupun dengan cara-cara ilegal, misalnya, data siswa siluman.

Para guru yang bekerja profesional seringkali mendapat ancaman karena selalu berpikir kritis untuk kemajuan sebuah sekolah. Karakter kapitalistik cenderung menyeragmakan pikiran atau pendapat yang beragam. Kepala Sekolah berkarakter jenis ini, tidak mau pikirannya dibantah atau dikritik oleh rekan kerja lainnya. Respons yang sering muncul berupa nada ancaman: jika tidak mau disini silahkan cari kerja di tempat lain. Inilah bahasa sarkas dari Kepala Sekolah yang tidak profesional dan tak layak menjadi seorang pemimpin di lembaga terhormat.

Tak hanya itu, para guru sebagai homo faber (manusia pekerja) yang sedang bekerja tidak diberi ruang untuk mengoptimalkan kemampuannya sebagai guru, bekerja dengan bahagia tetapi sebaliknya mereka dialienasi menjadi alat semata; kerja penuh tekanan dan ketakutan. Cara ini menjadi peluang bagi Kepala Sekolah kapitalis untuk menjaga status quo-nya dan agar ia tidak diganggu walaupun melakukan kesalahan.

Nilai para guru sebagai manusia direduksi menjadi nilai ekonomis belaka. Hal ini menjadi sebuah dosa yang sulit dibantah oleh para guru di tengah tuntutan hidup yang mencekik. Jadi walaupun dengan honor di bawah satu juta, para guru tetap tunduk pada pimpinan sekolah berwatak kapitalistik agar bisa bertahan di sekolah. Silahkan Anda bertanya diri, apakah pernah mengalami situasi seperti ini di tempat kerja Anda?

Ketiga, Data Siluman.  Masih bertalian dengan dosa kedua di atas yakni data siluman. Semakin banyak jumlah siswa, maka akan bertambah pula aliran dana BOS dari Jakarta ke sekolah bersangkutan. Data siswa siluman ini juga menjadi dosa di sekolah yang perlu diperiksa. Seringkali data siswa riil akan berbeda dengan data yang terlihat pada Dapodik (kemendikbudristek) atau pada Emis (Kemenag).

Dosa ini mestinya dihapus dengan cara diperiksa secara serius agar sekolah tidak dijadikan tempat memanipulasi nama manusia untuk keuntungan sepihak. Tak hanya siswa siluman, ada pula kuitansi siluman. Kuitansinya ada tetapi barangnya tidak ada. Ini juga adalah dosa yang perlu diwaspadai di setiap sekolah.

Jika kita menginginkan sekolah betul-betul menjadi lembaga terhormat yang menghasilkan manusia, dosa-dosa seperti di atas mesti diwaspadai agar tidak terjadi di sekolah baik sekolah negeri maupun swasta khususnya yang menggunakan nama agama.