Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget Atas Posting

Cerita Kejayaan Munaseli dan Jejak-jejak Majapahit di Pantar, Alor

 

Topi perunggu dan bendera Majapahit di Desa Pandai, Pantar, Kabupaten Alor


RakatNtt.com - Munaseli adalah nama sebuah kerajaan tua yang sangat terkenal di pulau Pantar, Kabupaten Alor. Saking terkenalnya kerajan ini, pasukan majapahit pun diceritakan pernah menjalin hubungan dengan kerajaan Munasely. Salah satu faktor yang membuat Munaseli terkenal karena kerajaan ini diceritakan memiliki seekor ayam ajaib (manu Siringkoko) yang bisa mendatangkan emas dalam jumlah banyak.

Karena itu, Munaseli juga terkenal sebagai kerajaan emas. Raja terkenal yang memimpin Munasely bernama Sirangbabu dan dua orang panglima perangnya yakni Pito Perra dan Mau Perra. Singkat cerita, suatu ketika timbulah perang saudara antara kerajaan Munaseli dan Pandai. Perang inilah yang menjadi awal mula kehancuran Munasely. Pito Pera dan Mau Pera berhasil dibunuh oleh panglima perang dari Pandai yang berasal dari Kedang, Lembata, yakni Bori Lako (di Kedang disebut Lako Bori/ Lako dan Bori adalah suami-istri; Lako/Lake dari suku Odelwala dan Bori dari Atawatung).

Akibatnya, Munaseli meminta bantuan kepada kerajaan Majapahit dengan berjanji memberi imbalan berupa kura-kura emas. Namun, rencana Munaseli untuk memberikan kura-kura emas ini diketahui oleh penyusup dari Pandai akhirnya kura-kura emas itu diambilnya dan dibuang ke laut. Lantaran demikian, pasukan majapahit bukan datang membantu Munaseli, justru sebaliknya membantu Pandai. Inilah akhir dari kejayaan Munaseli. 

Baca juga: Sayin atau Bela baya Kedang dan Pandai

Bukti kedatangan Majapahit ke pulau Pantar dapat ditemukan di Desa Pandai yakni topi perunggu serdadu Majapahit dan bendera Majapahit juga ada batu di Lianglolong yang disebut Jawa Toda Wato, konon katanya batu itu adalah salah satu perahu Majapahit yang telah berubah.

Menurut Bapak Sanusi Abubakar dari Desa Pandai, orang Pandai dan Majapahit juga memiliki hubungan sejarah yakni salah satu tentara Majapahit pernah datang ke Pantar dan melahirkan beberapa keturunan yang kemudian membentuk kerajaan-kerajaan kecil salah satunya kerajaan Pandai yang latar belakangnya dibentuk oleh raja yang bernama Pandai Mau Wolang. Mau Wolang berasal dari Majapahit.

Meja perjamuan (batu) tempat untuk minum tuak milik Pito Pera dan Mau Pera


Perang Munaseli dan Pandai mengakibatkan banyak penduduk Munasely bermigrasi ke tempat lain termasuk ke Timor Leste dan Lembata.

Jejak-jejak Majapahit

Barangkali banyak orang belum mengetahui bahwa pasukan Majapahit pernah berlabuh di pulau Pantar tepatnya di tempat yang kini bernama Desa Pandai. Jika narasi cerita belum sempurna menjelaskan sejarah ini, maka dapat dilihat melalui bukti fisik yang ada di Desa Pandai yakni topi perunggu serdadu Majapahit dan Bendera Majapahit berwarna hitam dengan lukisan matahari. Menurut para narasumber di Desa Munaseli dan Pandai, kedatangan pasukan Majapahit ke Pantar dipimpin oleh Gadjah Mada.

Baca juga: Sejarah Suku Odelwala

Cerita ini sepintas berkaitan dengan cerita rakyat dari Lamalera, Lembata, bahwa nenek moyang mereka berasal dari Luwuk yang datang ke Lembata bersama dengan pasukan Majapahit. Pasukan ini kemudian mendarat di pulau Lapang Batan dan kemudian sebagiannya pulang ke Majapahit dan yang lainnya bermigrasi ke Lamalera. Barangkali cerita ini terkoneksi dengan cerita dari wilayah Munaseli dan Pandai.

Munaseli, Dulu dan Sekarang

Saat mengikuti kegiatan Pendataan Obyek Pemajuan Kebudayaan (OPK) Pantar, Kabupaten Alor, saya melakukan penelitian di Desa Munaseli dan Pandai (menginap di Lianglolong). Bersama tim fasilitator Sekolah Lapang Kearifan Lokal, kami menjelajahi kembali cerita tentang Munaseli tempo dulu.

Berkeliling desa ini terlihat bahwa memang dahulu kala sudah ada peradaban maju di Munaseli. Terlihat ada kota (susunan batu mengelilingi Desa Munaseli) yang kini sudah mulai hilang karena tidak dirawat oleh Pemdes dan warga Munaseli. 

Selain itu, kami menemukan bekas sumur tua zaman kerajaan Munaseli, meja perjamuan dalam bentuk batu, tempat Pito Perra dan Mau Perra menikmati tuak koli hasil irisan mereka. Jaraknya sekitar 200 meter dari pusat Desa Mununaseli.


Namun, sungguh sayang situs sejarah ini sangat tidak dirawat oleh warga setempat. Tim fasilitator bersama Pandu Budaya menelusurinya hingga menemukan situs itu di tengah semak belukar. Besar harapan kami, semoga Pemerinbtah Desa mendesain kembali Desa Munasely dengan menampilkan ciri khas Munaseli tempo dulu.

Misalnya ada gapura atau narasi cerita Munasely atau daftar raja Munaseli yang bisa dibaca oleh semua pengunjung. Selain itu, situs-situs sejarah Munasleli mesti dirawat sebagai bagian penting dari peradaban Munaseli sehingga pengetahuan generasi baru tidak terputus.



Mari berkunjung dan menikmati panorama Munaseli. Dari Lembata, saya menggunakan TOL Laut dan tiba di pelabuhan Baranusa. Selanjutnya menggunakan “ojek darat” dari Baranusa menuju Munaseli sambil menikmati jalan neraka yang sungguh menantang. Selain jarak yang jauh, infrastruktur juga masih memprihatinkan. Saya harus membayar “ojek darat” senilai Rp. 300.000.

Penulis berpose bersama dua warga Desa Pandai; Sanusi Abubakar (kanan)

Narasumber: Sanusi Abubakar (Pandai), Subang (Munaseli), Terianus Laka (Munaseli)

 

Post a Comment for "Cerita Kejayaan Munaseli dan Jejak-jejak Majapahit di Pantar, Alor"