Herbisida Ancam Budaya Gotong Royong di Kebun Petani Lembata?
RakatNtt.com –
Orang Lamaholot menyebut gotong royong dalam bahasa daerahnya dengan sebutan gemohing. Orang Kedang menyebutnya
dengan mohing danung dan pohing ling holo
wali. Namun, pohing ling holo wali dan mohing
danung memiliki perbedaan. Mohing danung
untuk menggambarkan aktivitas gotong royong di kebun sedangkan pohing ling holo wali jangkauannya lebih
luas lagi (Antonius Rian, 2023).
Gotong
royong atau kerja bersama-sama merupakan sebuah kekhasan budaya Nusantara. Bahkan
Soekarno sendiri pernah mengusulkan lima sila Pancasila menjadi ekasila yakni
gotong royong. Menurutnya, di dalam gotong royong, semua sila dalam Pancasila
menjadi satu kesatuan dan tak terpisahkan. Dari latar belakang sejarah ini,
kita bisa mengetahui bahwa gotong royong sangat penting dalam kehidupan sosial.
Dalam
kebudayaan lokal kita di Lembata misalnya, spirit gotong royong masih menjadi
warisan potensial. Namun, bukan berarti tidak punya masalah jika kita berkaca
pada tradisi gemohing atau mohing danung dengan mengambil tempat di kebun. Hadirnya herbisida atau
racun rerumpuan liar (tanaman pengganggu) di kebun, petani kita perlahan-lahan
mulai menghilangkan tradisi gotong royong.
Selain
gotong royong, herbisida juga berpengaruh pada kesuburan tanah dan kualitas
pangan lokal kita, khususnya umbi-umbian dan kacang-kacangan. Herbisida berasal
dari kata “herba” yang berarti gulma dan “sida” berarti membunuh. Herbisida mengandung
bahan kimia yang efektif membantu kerja petani di kebun, khususnya pada musim
hujan. Namun, dari referensi-referensi terpercaya, herbisida memiliki dampak
buruk terhadap kesuburan tanah karena mengandung glifosat (Didit Risky Aditiya
dalam journal unnes, 2021). Selain berefek pada tanah, juga pada tubuh petani.
Tim Pandawa Agri Indonesia menemukan pernyatan yang diterbitkan oleh WHO bahwa
glifosat dicurigai dapat memicu kanker pada manusia (2023 Glifost Dilarang
Digunakan Efeknya Sangat Berbahaya? dalam Pandwaid.com). Negara-negara di Eropa
sudah mengeluarkan regulasi untuk melarang penggunaan Glifosat, salah satunya
di Jerman. Sebab semakin banyak glifosat yang digunakan, akan mengurangi
kualitas tanaman (Ibid.,). Bayangkan jika
di kebun banyak umbi-umbian dan kacang-kacangan. Tentu saja akan menerima
dampak buruk.
Budaya Gotong Royong
Walaupun
sangat efektif membantu kerja petani Desa tetapi kehadiran herbisida dapat
mengancam hidupnya tradisi gotong royong. Herbisida telah mengubah pola pikir
dan pola kerja petani di Lembata. Dari berpikir kerja sosial atau bersama-sama
berubah menjadi sendiri-sendiri. Petani kita akhirnya mulai tidak menggunakan
teknologi tradisional seperti tofa untuk membersihkan rumput. Mereka sudah mulai
menggunakan herbisida dan itu otomatis menghilangkan tradisi gotong royong.
Dari
proses kerja “tofa rumput” menjadi pom rumput. Hal ini juga memengaruhi petani
kita dari kerja keras membersihkan kebun menjadi lebih gampang membersihkan
kebun tanpa mengetahui dampak buruk dari herbisida.
Gotong
royong membersihkan kebun mulai hilang karena setiap petani berpikir untuk
lebih cepat tanpa proses kerja yang rumit. Padahal budaya gotong royong menjadi
sebuah tradisi khas yang mesti dipertahankan pada momen-momen seperti demikian.
Di dalam gotong royong ada kebersamaan, ada nyanyian dan pantun-pantun rakyat yang dilantunkan. Namun, dengan herbisida, orang mulai bekerja sediri dalam
diam.
Budaya
gotong royong adalah kerja kemanusiaan tanpa perlu membeli tenaga orang dengan
uang sebagaimana membeli herbisida. Dengan demikian, maka sudah saatnya kita
mesti merefleksikan pola pikir dan pola kerja kita dengan tetap menjaga
keseimbangan dengan alam, kesehatan dan budaya positif yang sudah ada sejak
dulu.
Kesadaran
Bersama
Dengan
majunya dunia eknologi, maka otomatis kerja petani pun ikut terpengaruh. Dari kerja
yang lebih lama menjadi lebih singkat berkat herbisida. Namun, bukan berarti
hal yang gampang selalu baik, sudah tentu ada hal negatifnya. Karena itu butuh
kesadaran bersama. Dalam kaitan dengan efek buruk herbisida bagi lingkungan dan
kesehatan tubuh manusia, tentu kita membutuhkan perhatian serius pemerinah
Daerah melalui dinasnya yang profesional di bidang pertanian. Pemerintah tak
boleh tinggal diam, mesti ada penelitian-penelitian rutin terkait pertanian di
Lembata. Selain penelitan, Pemerinah mesti melakukan sosialisasi tentang
herbisida.
Selain
herbisida ada pula pestisida. Apakah sayur-mayur yang dijual di pasar-pasar di
kota Lewoleba bebas dari bahan kimia yang berlebihan atau orang Lembata sedang
mengonsumsi pestisida tanpa sadar? Atau kita sadar tetapi karena tuntutan, ya
beli dan makan saja, urusan kesehatan nanti dulu. Makanan seperti buah dan sayur
yang mengandung pestisida berlebihan dapat mengakibatkan kanker, tumor dan
penyakit kronis lainnya.
Semua
teka teki ini akan terjawab jika ada kesadaran bersama baik masyarakat, petani,
konsumen maupun pemerinah sebagai yang punya otoritas.***