Fungsi Gong Gendang dalam Seremonial Adat Orang Kedang di Lembata
RakatNtt.com - Gong gendang (kong
bawa) merupakan alat musik tradisional yang dimiliki oleh masyarakat Kedang di
Kecamatan Omesuri dan Buyasuri, Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur.
Keberadaan alat musik ini memiliki multimanfaat, antara lain sebagai belis
(khusus untuk gong), sebagai pemberi informasi dan tentu saja sebagai musik
yang mengiringi kegiatan-kegiatan masyarakat, salah satunya yakni ritual adat.
Penulis akan mengulas
tentang manfaat musik gong gendang dalam ritual adat di Kedang, Lembata.
Dalam versi sejarah
lisan, diketahui bahwa musik gong gendang dibawa ke Kedang pada masa
perdagangan masa Majapahit. Sebelumnya, nenek moyang orang Kedang mengandalkan
musik Edang, tatong, peku dan nureng sebagai musik khas tradisional yang hingga
kini masih terus dilestarikan.
Setelah gong gendang
dijadikan sebagai musik khas orang Kedang, maka pada setiap hajatan pesta
rakyat atau ritual adat berskala besar (jumlah partisipan), musik tersebut
selalu dijadikan sebagai pengiring jalannya ritual adat. Adapun beberapa ritual
adat yang sering diiringi oleh musik gong gendang misalnya, Poan Koda, Lete’ Huna Paheng Ahar, Poan Keu
Leu dan beberapa bentuk ritual adat lainnya yang sering dipraktikkan oleh
masyarakat Kedang.
Gong gendang terdiri
atas beberapa jenis musik yakni gong besar ada tiga (kong rian), gong kecil
(kong utun), kong gasa’ (ada dua gong) dan gendang. Musik ini dimainkan oleh
empat orang dengan irama yang khas. Dimainkan dengan cara dipukul.
Fungsi gong gendang
dalam konteks ritual adat bukan saja sebagai musik yang manfaatnya monoton
sebatas pada pengiring kegiatan melainkan terdapat beberapa manfaat lain yakni
Pemberi
Informasi
Bunyi gong gendang
menandakan ada kegiatan ritual adat yang sedang dilakukan oleh sekelompok
masyarakat atau suku tertentu dalam kampung atau Desanya. Gong gendang
dibunyikan dengan maksud agar orang-orang lain yang ada dalam wilayah kampung
tersebut mengetahui bahwa sedang terjadi ritual adat yang dilakukan oleh suku
atau marga tertentu.
Musik
Penjemputan
Sebagaimana diketahui,
setiap ritual adat yang dilakukan oleh orang Kedang selalu dipimpin oleh molan (imam adat). Molan biasanya adalah tamu yang diundang dari suku lain. Sebelum
ritual adat dimulai, suku bersangkutan akan membunyikan gong gendang mengiringi
tarian untuk menjemput molan. Imam
adat tersebut dijemput untuk memasuki arena ritual, misalnya di kampung lama
leluhur (Leu Tuan).
Pengiring
Tarian
Dalam setiap ritual
adat di Kedang, tarian selalu dipraktikkan baik sebelum, pertengahan maupun
sesudah ritual. Tarian menandakan kegembiraan warga suku bersangkutan yang
sedang melakukan ritual adat tersebut. Biasanya, warga suku akan menari
bergembira ria jika ritual adat berjalan mulus dan lancar. Ada rasa gembira
karena mendapat petunjuk dari leluhur lewat ritual adat dimaksud. Untuk
mengekspresikan rasa gembira itu, maka warga suku bersama molan berdiri dan bersama-sama menari sambil bersuaraa kegirangan
diiringi musik gong gendang.
Tarian yang biasa
dipraktikan yakni hedung huri’, hamang
dan beberapa tarian lainnya. Selain menari, mereka juga bernyanyi berbalas
pantun dan tetap diiringi oleh musik gong gendang dengan irama yang bervariasi.
Pengiring
Syair Adat
Molan
adalah orang yang memiliki kharisma tersendiri dan tidak dimiliki oleh orang
lain. Salah satu kharisma mereka yakni bisa berbahasa adat dalam bentuk
syair-syair indah. Setiap kali mereka bersyair, khususnya dalam ritual Poan Koda selalu diselingi oleh musik
gong gendang. Dalam ritual Poan Koda
ini ada satu bagian yang dikenal dengan sebutan Ohong Bahe’. Molan bernyanyi
menggaungkan syair adat dibalas oleh warga suku dan langsung dibunyikan gong
gendang. Hal ini dilakukan berulang-ulang kali hingga ritual adat dinyatakan
selesai.
Dari Latar Belakang
penulisan hingga Pembahasan, diketahui bahwa gong gendang memiliki multimanfaat
dalam konteks ritual adat yang dilakukan oleh masyarakat Kedang di Kabupaten
Lembata. Musik tradisional yang asal usulnya diperkirakan datang dari daerah Jawa
ini dibawa oleh para pedagang sekitar abad ke 13/14. Pada masa ini, kerajaan
Majapahit mencapai kejayaannya.
Kehadiran musik gong
gendang saat dilangsungkan ritual adat memberikan sumbangan bagi masyarakat
bersangkutan baik aspek hiburan, menghormati tamu maupun aspek religius. (RO)