Makna Memberi Makan Leluhur dalam Tradisi Masyarakat Kedang di Lembata
Jika
Anda mengunjungi daerah Kedang di Kabupaten Lembata, tradisi berkomunikasi
dengan leluhur masih ditemukan. Orang Kedang yakin bahwa saudara mereka yang
meninggal dunia tetap hidup walaupun sudah mati. Orang mati diyakini hanya
berpindah tempat.
Dalam
keyakinan mereka, orang meninggal akan berpindah ke pulau Rusa (Nuha), sebuah
pulau yang masuk dalam kawasan Kabupaten Alor.
Keyakinan
ini tentu sangat tidak masuk akal. Namun, namanya juga keyakinan, ia memiliki
rasionalitas tersendiri yang sulit dijelaskan dengan kata-kata. Selain keyakinan
bahwa orang meninggal hanya berpindah tempat, orang Kedang juga memiliki sebuah
tradisi yakni memberi makan arwah leluhur atau saudara mereka yang sudah
meninggal dunia (paro tuan wo’).
Tradisi ini, biasanya dilakukan saat ada pesta-pesta rakyat. Sebelum sebuah pesta dilakukan, biasanya pihak tuan rumah akan meminta restu leluhur serta mengundang para arwah untuk turut bergabung dalam pesta itu (tebe’ tubi mader dereng).
Mereka akan memberi makan para arwah; tempatnya di sudut rumah dari
tuan pesta. Bukan hanya itu, dalam kehidupan setiap hari pun orang Kedang selalu memberi makan leluhur. Orang Kedang dididik agar sebelum menyantap makanan, mereka harus memberikan sedikit makanan kepada para arwah baru kemudian mereka bisa melanjutkan menyantap makanan. Sedikit makanan itu, dibuang ke tanah, sambil berujar ka mulo, min mulo, "makan duluan dan minum duluan."
Saat
memberi makan para arwah, seorang tetua akan berbicara atau berkomunikasi menggunakan
bahasa adat setempat yang tidak dimiliki oleh semua orang. Sebab hanya orang-orang
“terpilih” yang bisa menggunakan bahasa tersebut.
Makanan
para arwah diletakan di sebuah piring, kemudian dipindahkan ke sepotong atau
dua potong daun pisang. Dituangkan juga tuak dan air, juga ada rokok tembakau
koli kepada para arwah sambil bersabda, menjelaskan maksud dari pemberian
makanan tersebut kepada para leluhur.
Makna
dari tradisi ini, mau menjelaskan bahwa kehidupan setelah kematian itu ada
(maten-bitan); relasi dengan leluhur atau para arwah tidak pernah berakhir
tetapi terus terjalin. Hal ini dibuktikan juga lewat tradisi memberi makan
kepada para arwah. Selain itu, mendoakan mereka atau mengundang mereka hadir
dalam setiap pesta-pesta rakyat mau membuktikan bahwa manusia masih membutuhkan
kehadiran mereka. Relasi manusia dengan para leluhur masih tetap terhubung
sampai kapan pun.
Jika
kepada para arwah leluhur, kita masih membangun relasi baik, maka relasi kepada
sesama yang masih hidup pun harus demikian. (RO/Red)