Sejarah Terbentuknya Kampung Hobamatan dan Daftar Para Pemimpinnya
Panorama Kampung Hobamatan, Desa Mahal (Sumber Foto: Facebook) |
RAKATNTT.COM – Mengapa menulis sejarah tentang kampung? Tujuannya agar generasi terbaru tahu identitas asalnya, walaupun sedikit. Itu kira-kira motivasi awal saya berani menulis tema ini. Tentu ada banyak kekurangan karena penulis bukan pelaku sejarah dan banyak narasumber, banyak kepala tentu juga banyak versi.
Perlu diketahui,
menulis sejarah itu tak pernah sempurna tapi yang harus diingat yakni soal keberanian
untuk memulainya. Anggap saja tulisan ini untuk memancing anak muda kampung
Hobamatan guna mendalami sejarah kampungnya sendiri secara lebih teliti dan
serius.
Penulis berusaha
merangkum semua versi secara jujur dari semua sumber yang penulis terima dari tualahar pahe suku aman yang ada di
kampung Hobamatan tercinta. Walaupun demikian, tulisan ini sama sekali tidak
sempurna, karena itu butuh sumbangan informasi dari pembaca khususnya anak Leu
Hobamatan tercinta yang barangkali memiliki referensi yang lebih lengkap.
###
Dari para narasumber,
diketahui bahwa dahulu kala-sebelum datangnya pengaruh Belanda yang masuk lewat
kerajaan sagu yang kemudian berafiliasi dengan Rian Bara’ Sarabiti-Kalikur,
terdapat beberapa suku yang sekaligus menamakan dirinya kampung yakni kampung
Hobamatan (suku Hobamatan), Kampung Orolaleng (suku Orolaleng), kampung
Lobe’mato (suku Lobemato), kampung Odel Leu Rian (suku Odel wala), kampung Peu
Uma (suku Peu Uma), dan kampung Peu Obu’ (suku Peu obu’). Semua kampung ini ada
di kampung lama mereka masing-masing.
Sementara itu, di
bagian duli atau ero wehe’ (dataran rendah) terdapat pula sebuah kampung yang
bernama Odel Leu Utun atau Ite Laleng. Kampung lama mereka ada di Ite Laleng
(tepat di belakang gereja Hobamatan sekarang). Namun, suku ini kemudian
bermigrasi lagi ke arah Buyasuri karena faktor kawin-mawin dan juga karena ada
konflik dengan suku tetangga (dikisahkan bahwa ada anggota suku ini yang suka
mencuri atau puya’ loya’). Mereka bermigrasi; ada yang menetap di Leu Naha’,
Desa Panama, ada pula yang kemudian menamakan dirinya suku Angar Laleng,
terbanyak di Kulu.
Walaupun sudah pergi,
nama mereka selalu dikenang sehingga di Riang La’i ada tempat yang bernama Ite
Laleng dan Duli Uhe (tanah adat) dari Riang Bao sampai Riang Wehe’ disebut Pito Take’-Hereng Take’, Mole Manu’-Male Manu’.
Pito Take’ dan Hereng Take’ merupakan turunan dari Odel Leu Utun/Ite Laleng
(binen dari Odel Leu Rian atau naren
yang kini dikenal dengan suku Odel Wala. Binen bernama Bolong Todo, naren
bernama Toda Todo).
Sedangkan saudari
tunggal dari Pito Take’ dan Hereng Take’ bernama Deke Take’ yang menikah dengan
Laru’ Take’, menurunkan suku Aman Utun dan Aman Meker di Desa Leubatang.
Awal
Mula Terbentuknya Kampung Hobamatan
Belum diketahui pasti
waktu terbentuknya kampung ini. Namun, dari data-data yang penulis temukan,
kampung Hobamatan terbentuk ketika terjadi ancaman dari Rian Bara’ yang
mengancam akan membakar kampung-kampung di seputaran gunung Uyelewun, jika
tidak memberi upeti berupa gading. Upeti ini kemudian dibawa ke sagu (dan
seterusnya diserahkan kepada Belanda?)
Waktu itu, semua gading
yang terkumpul sebanyak 44 batang yang kemudian lahirlah juga 44 kampung. Kalau
disesuaikan dengan sejarah lahirnya Desa Loyobohor (lahir 1915), diperkirakan
Kampung Hobamatan lahir antara tahun1910-1915. Namun, Ravael Saverinus menolak,
ia mengatakan kampung ini lahir sekitar tahun 1800-an.
Pada tahun 1910, menurut
R.H. Barnes, para pedagang Tionghoa (China) mulai menginjakkan kaki di Awu’
Edang, tepatnya di Kalikur. Lantas, bagaimana proses lahirnya Kampung
Hobamatan?
Dari semua kampung (suku)
yang disebutkan di atas, hanya Kole’ Kara Hobamatan, yang memiliki sebatang
gading (waktu itu ia adalah Kepala suku Hobamatan; ada versi mengatakan ia
adalah Kepala Kampung pertama di Hobamatan).
Lantaran kampung lain
tidak memiliki gading, maka mereka bersepakat akan menggantikan gading milik
Kole’ Kara Hobamatan dengan gong (kong lemen sue) dari masing-masing kampung.
Catatanya ialah, Kole’ Kara tidak hanya menyelamatkan kampung Hobamatan tetapi
juga kampung-kampung tetangga yang lain. Pada saat penyerahan gading kepada Rian Bara', diutuslah Dato' Matan dan beberapa pemuda lain untuk membawa gading itu ke Kalikur dan ia menyampaikan bahwa gading ini dari Hobamatan (kampung).
Maka mereka bersepakat
agar beberapa kampung yang lain bergabung menjadi satu, maka lahirlah kampung
Hobamatan dan lahir pula sistim birokrasi tradisional atau ka le’ matan. Tentang kampung Hobamatan yang baru dibentuk ini, di
dalamnya dihuni oleh beberapa kampung (suku) yang bergabung menjadi satu
Kampung yakni Orolaleng, Odel Wala, Lobe’mato, Peu Uma, Peu Obu’ dan Hobamatan.
Dengan demikian, Kampung Hobamatan (bukan suku Hobamatan) pun lahir secara
resmi.
Daftar
Para Kepala Kampung Hobamatan
Siapa kira-kira Kepala
Kampung pertama di Kampung Hobamatan yang baru dibentuk karena ada ancaman dari
Rian Bara’ untuk membakar kampung. Terdapat tiga versi yang berbeda.
Menurut Bapak Ravael
Saverinus Hobamatan, Kepala Kampung pertama ialah Kole’ Kara Hobamatan
(sementara ada versi mengatakan Kole’ Kara bukan kepala Kampung melainkan
Kepala Suku Hobamatan). Namun, belum diketahui persis nama tamukung dari Kole’ Kara Hobamatan. Tentang versi pertama ini,
didukung pula oleh dua narasumber lain yakni Abubakar Abdulah Hobamatan dan Mikhael
Leu Batan Orolaleng.
“E’i denger Yan Tukang
tutu’ Kole’ Kara pertama bahe nape do’ be ko’ epu Dato’ Matan (saya dengar Yan
Tukang cerita kalau Kole’ Kara kepala Kampung pertama),” ungkap Abubakar
Abdulah Hobamatan, Jumat (29/7/2022).
Namun begitu, nama tamukung (pembantu kepala kampung) dari
Kole’ Kara belum diketahui pasti; Ravael Saverinus Hobamatan pun lupa-lupa
ingat.
Kemudian, menurut Idris
Kata Hobamatan, bahwa Kepala Kampung pertama adalah Datoq Matan Hobamatan
dengan tamukungnya ialah Lawe Laba Lobe’mato. Idris Kata Hobamatan dan
Leonardus Leu Odel juga menyinggung tentang Kole’ Kara Hobamatan. Namun kedua
narasumber ini mengatakan, Kole’ Kara adalah kepala suku Hobamatan.
Lanjut tentang Dato’
Matan. “Suo sogang nuo ole Sagu (mereka angkat atau pilih/lantik secara resmi
di Sagu Adonara),” ungkap Idris Kata Hobamatan, Jumat (29/7/2022). Narasumber
yang pernah menyaksikan langsung masa hidup Dato’ Matan Hobamatan ini
mengisahkan, waktu di sagu, para kepala kampung dilantik. Bahkan kepala mereka
dicukur botak, khusus bagi kepala kampung yang berambut gondrong.
Versi terakhir menurut
Leonardus Leu Odel, bahwa Kepala Kampung pertama ialah Beni Boli Odel Wala
dengan tamukungnya ialah Ebeng Boli Lobemato.
Terlepas dari tiga
versi berbeda di atas, yang harus dipahami bersama ialah sejarah para pemimpin
kampung ini diwariskan secara oral dalam masing-masing suku. Karena itu, semua
versi tetap diakui keabsahannya tanpa meremehkan versi satu dan yang lain.
Jadi, mari kita membaca
satu per satu daftar kepala Kampung Hobamatan sesuai tiga versi di atas dan
daftar para tamukung.
Kubur Dato' Matan Hobamatan (Sumber: Facebook Loleq Nowin) |
(I), Versi bahwa Kole’ Kara Hobamatan Kepala Kampung pertama
- Kole’ Kara Hobamatan – tamukung belum diketahui pasti
- Dato’ Matan Hobamatan – Lawe Laba
Lobe’mato
- Kata Dato’ Hobamatan – Roa Huraq Lobe’mato/Hada’
Laba Lobe’mato
- Pulang Payong Orolaleng – Lele Laleng Odel
Wala
-
Lele Laleng Odel Wala – Pulang Payong Orolaleng (Kepemimpinan Lele Laleng
tidak berlangsung lama) Setelah Lele,
Kata Dato’ juga diangkat kembali menjadi Kepala Kampung.
- Lewo Hura’ Orolaleng – belum diketahui
pasti (ada sumber mengatakan ia hanya menjabat sementara/antar waktu)
- Anu’ Dato’ Hobamatan – belum diketahui
pasti (menurut Leonardus Leu Odel dan Idris Kata Hobamatan, kepemimpinan Anu’
Dato’ tidak berlangsung lama, sekitar 2 tahun)
- Dula Dato’ Hobamatan – Roa Hura’ Lobe’mato
dan juru tulis Uma Leu Peuobu’
(II) Versi bahwa Beni
Boli Odel Wala Kepala Kampung pertama
Beni Boli Odel Wala – Ebeng Boli Lobe’mato
Dato’ Matan Hobamatan – Lawe Laba Lobe’mato
Seterusnya sama....
(III) Versi Dato’ Matan
Hobamatan Kepala Kampung pertama
Dato’ Matan Hobamatan – Lawe Laba Hobamatan
Kata Dato’ Hobamatan – Roa Hura’
Lobe’mato/Hada’ Laba Lobe’mato
Seterusnya sama...
Versi Khusus dari
Sulong Bela Hobamatan
Bapak Sulong Bela
Hobamatan mengisahkan versi yang cukup berbeda dengan versi dari para
narasumber lain. Menurutnya, Kepala
Kampung Hobamatan Pertama ialah Kara Kole’, kemudian tampuk kekuasaan
diserahkan kepada adiknya yakni Mulo Kole’. Mulo Kole’ memiliki kekurangan pada
tubuhnya yakni tuli (sulit mndengar) maka ia serahkan kepada anaknya Kara Mulo,
baru kemudian diambil alih oleh Dato’ Matan Hobamatan.
Tamukung/wakil dari
Kara Mulo yakni Kole’ Lawe Lobe’mato. Selain itu, ia juga menceritakan bahwa
pada saat Rian Bara’ Sarabiti mengancam untuk membakar kampung Hobamatan, maka
dari kampung ini mengutus 7 anak muda membawa sebuah gading yang baru dibeli
dari orang Lamalera (Bala U’el Buru’) untuk diserahkan kepada Rian Bara’.
“Kara awur we’ ele
rian. Barang me nulon lelan, te no’ dein ere pua’ ebeng bora’ we’ (Jangan
saling mengklaim soal pemimpin. Yang dulu biarlah berlalu, anak-anak zaman
sekarang, mari saling merangkul satu sama lain),” demikian pesan bapak Sulong
Bela Hobamatan.
Pembagian Ka Le’ Matan
Kampung Hobamatan
Ka Le’ Matan merupakan
sebuah sistim birokrasi tradisional yang dibentuk sebelum adanya negara atau
Pemerintahan Desa. Dalam sistim ini tedapat beberapa bagian dengan tugas
masing-masing yakni tubar, liman weri,
liman wanan dan ebon.
Tubar
ditujukan kepada suku sulung (mukur meker) atau suku yang lebih dahulu datang
ke kampung tersebut. Suku ini pula yang menjadi pemegang Duli Uhe tempat bermukimnya warga kampung dan otomatis menjadi tubar atau pemimpin/kepala kampung yang
bertugas sebagai pembicara dan pengambil keputusan final atau bading wala.
Sementara itu, liman weri dan wanan bertugas sebagai pelayan, galeka
bote bei oli tubar owe lein dan ebon
bertugas sebagai penjaga keamanan kampung atau do’ nulo keu dei.
Dari pembagian
tersebut, dalam penelitian penulis, belum diketahui secara persis sistim
pembagian ka le’ matan yang benar dan
sah sebagaimana diatur dalam adat kedang. Siapa (suku) yang bertugas sebagai tubar, liman wanan, weri dan ebon di
kampung Hobamatan? Pertanyaan ini patut direfleksikan bagi seluruh anak kampung
Hobamatan agar kebenaran adat-budaya di kampung ini diketahui kemurniannya yang
sesungguhnya.
Dalam penelitian
penulis, yang masih kontroversial alias bertolak belakang yakni versi tentang
tubar (atau pemimpin). Karena itu, penulis belum bisa menuliskan versi itu
dalam karya sederhana ini.
Terlepas dari itu, penulis
juga menemukan dua bentuk atau proses terpilihnya Kepala Kampung pada
masing-masing kampung. Pertama,
sesuai ka le’ matan. Sistim ini
otomatis memilih suku sulung (pemegang duli
uhe) sebagai pemimpin atau kepala Kampung pertama.
Kedua, bahwa yang menjadi Kepala Kampung adalah
orang-orang yang mahir berbicara (wowo ria) atau mereka yang punya kedekatan
dengan Rian Bara’ Sarabiti waktu itu. Orang yang punya kedekatan khusus ini
kemudian dipilih menjadi Kepala Kampung atas kemauan Rian Bara’.
Tengkorak Beni Boli Odel Wala di Bitir Belang, Leu Napo', Desa Mahal II |
Suku Botung Raba dan Umen Ebon
Selain beberapa suku
terdahulu yang tercatat di atas (suku-suku ini punya Leu Tuan Tene Maya’ di Hobamatan)
ada dua suku yang juga menghuni kampung ini yakni Botung Raba dan Umen Ebon.
Walaupun dua suku ini tidak memiliki Leu Tuan di Hobamatan tetapi garis
keturunan mereka adalah dari Uyelewun sehingga sangat erat kaitannya dengan
beberapa suku lain yang sudah tercatat di atas.
Suku Botung Raba dan
Umen Ebon datang ke Hobamatan karena faktor kawin mawin dan kekeluargaan.
Kehadiran mereka turut memberi sumbangsih positif untuk pembangunan Leu Awu’.
Sehingga berjalannya Kampung ini tidak pernah terpisahkan dengan keterlibatan
Botung Raba dan Umen Ebon.
Dua suku ini sudah
menyatu dengan suku-suku lain dan sama-sama pohing
ling holo wali (gotong royong) untuk menjaga dan membangun kampung
Hobamatan. Selain itu, di Hobamatan juga ada suku Leu Ape. Namun, secara adat
Leu Ape masuk dalam Kampung Leu Hapu.
Demikian tulisan cacat
ini, semoga mendapat banyak kritikan dan koreksi. Oh, ya, sebelum penutup,
jangan ambil tulisan ini untuk referensimu jika masih cacat, hehe. Salam.
(Antonius Rian)
Narasumber:
Idris Kata Hobamatan, Mikhael Leu Batan Orolaleng, Leonardus Leu Odel, Abubakar
Abdulah Hobamatan, Yohanes Pati Lobe’mato, Yohanes Kata Lobe’mato, Gabi Laba
Orolaleng, Ravael Saverinus Hobamatan, Ignasius Ai Peuobu’, Yakobus Ulun
Peuuma, Paulus Leu Peuuma dan Sulong Bela Hobamatan.