Bola Kaki Lembata: Antara Kualitas dan Popularitas
RAKATNTT.COM – Jenis olahraga yang satu ini memiliki peminat yang barangkali terbanyak di dunia jika dibandingkan dengan olahraga jenis lainnya. Bukan hanya soal peminat, olahraga bola kaki juga menjadi lahan bisnis tersubur bagi para pebisnis kreatif. Selain itu, bergelut di dunia lapangan hijau, seorang pemain ternama dipastikan memiliki peluang hidup yang bisa dibilang menjanjikan.
Di Indonesia misalnya –
jika anda menelusuri informasi di media – banyak dari para pemain atau yang
pernah bermain bola mengharumkan nama bangsa direkrut menjadi Pegawai Negeri
Sipil (PNS) tanpa perlu lagi mengikuti tahap-tahap sebagaimana diatur oleh
negara sebelum menjadi seorang yang sah PNS. Mereka dipilih tiba-tiba menjadi
PNS. Ya, itu “keunikan” di Indonesia – tidak repot apakah yang bersangkutan
mahir dalam bidangnya atau tidak.
Lalu bagaimana jika
kita menelusuri kehidupan pemain tingkat dunia, katakan saja Ronaldo dan Messi?
Pasti kita sudah tahu persis bahwa gaji dua pemain bola ini berjuta-juta atau
bermiliaran rupiah. Mereka menjadi orang kaya yang tidak sombong dan seringkali
membantu orang susah. Ya, itulah mereka yang mencari hidup lewat memaksimalkan
potensi diri di bidang olahraga bola kaki.
Terlepas dari kehidupan
orang-orag hebat di atas. Mari kita coba melihat nasib atau dinamika kehidupan olahraga bola kaki di
tingkat lokal, khususnya dalam tulisan ini, saya mau kembali ke Kabupaten
Lembata.
Selain penyakit akut
sebagaimana Abdur bilang, “di daerah saya bola kaki dinyatakan berakhir jika
sudah ada baku pukul,” masih ada hal lain yang barangkali dipertimbangkan
secara matang untuk memaksimalkan potensi bola kaki orang Lembata. Artinya,
bukan sekadar popularitas; kejar juara satu – supaya bisa dapat hadiah dan nama
kampung menjadi tenar – melainkan kualitas anak-anak Lembata dalam dunia
olahraga ini yang mesti dikedepankan.
Kita ambil contoh,
dalam ajang Wanted Cup 2022 yang masih sedang berlangsung; kira-kira berapa
banyak pemain lokal Lembata yang diberi ruang untuk memaksimalkan potensinya? Kemudian
pertanyaan lain; apa yang mau dikejar dalam turnamen Wanted Cup ini; apakah
popularitas atau kualitas bola kaki di tanah Lembata?
Pasti orang akan menghukum
saya dengan kata-kata seperti ini: engko
tidak tahu dunia bola kaki atau orang bisa saja bilang ini open turnamen jadi
bebas. Boleh saja ada pendapat seperti itu, kita hormati, tapi mesti ada
proyeksi berpikir yang jauh ke depan dan jauh lebih matang jika kita ingin agar
anak-anak Lembata berkembang dalam dunia bola kaki.
Kalau kita kalkulasi,
pasti banyak sekali generasi milenial Lembata yang berpotensi di bidang ini; masalahnya,
barangkali mereka tidak diberi ruang. Lantas kapan bola kaki Lembata menemukan
kualitasnya dalam diri anak-anak Lembata? Hal ini mesti dipertimbangan. Sekali lagi
bukan soal popularitas, kita mesti lebih menekankan kualitas anak-anak Lembata
dalam bermain bola kaki. Mereka mesti lebih ditonjolkan dan diberi ruang dalam
turnamen-turnamen di Lembata.
Untuk mendongkrak
cita-cita ini, pemerintah Desa atau para pengurus bola kaki di tingkat Desa mesti
mulai memikirkan strategi jitu untuk memaksimalkan anak-anak di Desanya agar
bisa berkembang. Anak-anak di Desa mesti diberdayakan. Apalagi jika di Desa
bersangkutan sudah ada fasilitas seperti lapangan mini, maka adakan turnamen
atau latihan stabil bagi mereka. Hal ini bertujuan positif bagi perkembangan bola
kaki Lembata yang lebih maju.
Jadi, kita tidak hanya
memuaskan “nafsu” dalam bidang bola kaki dengan mengejar juara satu tapi
kualitas yang mesti kita bangun perlahan-lahan mulai dari Desa. Kita tentu
tidak menolak pemain luar yang ingin meramaikan turnamen bola kaki di Lembata;
kita juga belajar pada mereka. Namun, yang dimaksudkan di sini adalah
pemain-pemain lokal kita mesti ditonjolkan, diberi ruang untuk berkembang. Sudah
paham to, hehehe. Salam olahraga.
Rian Odel, Suka
Menonton Bola Lewat Youtube, Penggemar Christian Ronaldo