Kisah Laba Amo dan Gerobak Tua di Pasar Walangsawa, Lembata
Foto Istimewa: Laba Amo dan Gerobak Tua |
RAKATNTT.COM
– Langit biru diselimuti awan pekat, pertanda hujan akan mengalir membasahi
bumi. Rintik air jernih yang datang langsung dari langit mulai jatuh satu satu.
Di pasar Walangsawa, Desa Walangsawa, Kecamatan Omesuri, Kabupaten Lembata,
NTT, tampak seorang pria berpakaian seadanya, tanpa sandal di telapak kaki, sedang
mendorong gerobak tua dari ujung jalan menuju pusat pasar.
Ia
adalah Laba Amo, sosok pria familiar dan humoris. Siapa yang tidak kenal Laba Amo?
Sudah sekitar 20-an tahun, ia bergelut dengan gerobak tua yang ia jadikan
sebagai tempat mendulang rupiah pada setiap hari Senin, hari pasar Walangsawa. Walaupun
tak seberapa, Laba Amo tetap setia melayani para pedagang yang berkunjung ke
pasar tersebut dengan membawa barang-barang dagangan berukuran raksasa.
Di
ujung jalan menuju pusat pasar, Laba Amo menanti penuh rindu para pedagang dari
Balauring atau Weirian, sambil mengunya sirih pinang dan sebatang rokok surya
tertancap kuat di ujung bibir. Ya, rokok dan sirih pinang, adalah obat penambah
daya energi bagi lengan Laba Amo yang perkasa.
Dijumpai
belum lama ini, Laba Amo mengisahkan, setiap hari senin, ia bisa meraih
penghasilan dari 50 ribu hingga 100 ribu. Penghasilan tersebut, tak seberapa
jika dipakai untuk melengkapi kebutuhan rumah tangga. Namun, namaya rezeki,
Laba Amo tetap mensyukurinya.
“Saya
pake untuk beli sirih pinang, rokok atau sabun, hehehe,” ungkapnya penuh
bahagia. Selain sebagai petugas dorong gerobak, Ia mengisahkan bahwa dirinya
pernah menjadi konjak oto Lewoleba-Kedang (kondektur). Dari pengalaman itu,
Laba Amo bilang, dirinya memiliki banyak sekali teman dan kenalan.
“Siapa
yang tidak kenal saya, mungkin seluruh Lembata ini sudah kenal saya,”
sambungnya meyakinkan. Pria sederhana dengan hati jernih embun di daun talas
ini menjadi inspirasi bagi banyak orang. Bahwa pekerjaan, apapun bentuknya
adalah anugerah. Intinya, ialah ketekunan, ketulusan dan kerja keras. Dari Laba
Amo, setiap kita belajar untuk mencintai diri dan sesama dalam membangun hidup
sosial.
Ia
tak merasa minder, walaupun pekerjaan tersebut, barangkali dinilai tak layak. Namun,
itulah Laba Amo, tetap bahagia sebagai pendorong gerobak yang melayani para
pedagang dengan tulus dan ikhlas. (Admin)