Demi Banyak Orang, Pemdes Leuwayan Tidak Boleh Kalah*
Pius Apenobe, Putra Leuwayan |
RAKATNTT.COM - Pasar
pelita Leuwayan adalah tempat aktivitas jual-beli masyarakat Leuwayan dan
sekitarnya. Oleh karena itu, sangat
tidak baik apabila pasar tersebut ditutup oleh karena beberapa masalah kecil
dan kepentingan tertentu.
Kita mengkajinya dari
kepentingan banyak orang, bukan kepentingan golongan tertentu. Bahwa kemudian terjadi pemasangan baliho
larangan tersebut adalah sesuatu yang bagi saya sangat keliru. Kita bicara
kepentingan yang lebih besar, bukan satu atau dua kelompok.
Pasar tersebut menurut
sejarah tutur yang saya dengar dari orang tua, itu merupakan hasil hibah dari
masyarakat yang saat itu tinggal di tempat tersebut. Sudah sejak masa
pemerintahan kepala desa Sudah Uru Apelabi, dan surat hibahnya sudah
diterbitkan dan sekarang masih di tangan pemdes Leuwayan.
Oleh karena itu, Pemdes
Leuwayan seharusnya tidak boleh kalah dengan kelompok tertentu. Pemdes harus
lebih tegas untuk menyikapi persoalan ini karena menyangkut kepentingan banyak
orang. Aktivitas perputaran jual-beli masyarakat merupakan salah satu bagian
yang tidak bisa terlepas dari faktor alasan Pemdes harus mengambil tindakan
tegas.
Sejauh yang saya tahu
dan saya ikuti secara baik kasus ini, Pemdes sudah melakukan rapat dengan para
tetua adat dan BPD, dan juga sudah melakukan pendekatan dengan masyarakat yang
terlibat dalam masalah tanah pasar tersebut. Namun, sampai saat ini belum ada
kesepakatan. Kemudian Pemdes juga sudah melapor ke kepolisian Sektor Omesuri tetapi
barangkali sampai saat ini belum ada penyelesaian.
Saya menganalisisnya
bukan saja terkait tanah pasar tetapi lebih pada urusan lain yakni soal tidak
dipenuhi tuntutan atas pohon kelapa milik masyarakat yang berada di tanah pasar
yang ditebang.
Saat rapat antara
pemdes, BPD dan tokoh tetua adat di desa tersebut, masyarakat yang lain yang
juga memiliki pohon kelapa di wilayah tanah pasar yang telah ditebang semuanya
sepakat jauh sebelum semuanya ditebang sehingga tidak ada masalah. Hanya satu
orang saja yang sampai saat ini masih tidak setuju dengan keputusan tersebut
dan meminta pohon kelapanya diuangkan. Ini bagi saya tidak boleh terjadi karena
kemudian akan terjadi miring sebelah atas keputusan yang sudah dihasilkan.
Tindakan penagihan bea
pasar oleh masyarakat tersebut adalah bukti bahwa pemerintah tidak lagi
dianggap. Apalagi pihak kepolisian Omesuri (sampai hari ini?) tidak
menindaklanjuti laporan Pemdes Leuwayan. Ada apa dengan kepolisian Omesuri?
Kinerja kepolisian sektor Omesuri perlu dipertanyakan. Karena pada dasarnya
tindakan masyarakat tersebut adalah pungutan liar. Dan itu tidak boleh
dibiarkan lebih lama karena Pemerintah Desa maupun Pemerintah Kabupatenlah yang
secara logikanya diinjak harga dirinya. Kemudian pihak kepolisan bertugas
memperkuat seluruh aturan perintahkan.
Kemudian, melalui LBH Surya
NTT perwakilan Lembata, sebagian kelompok masyarakat melakukan larangan untuk
tidak melakukan aktivitas di pasar tersebut. Bagi saya ini adalah suatu
tindakan di luar hukum. LBH seharusnya hanya akan melarang aktivitas kecuali
sudah ada keputusan hukum tentang larangan untuk aktivitas di pasar. Saya setuju
jika LBH ikut membantu masyarakat menyelesaikan masalah dengan memberikan
bantuan hukum. Akan tetapi saya menyarankan agar LBH juga mempertimbangkan
kembali kepentingan masyarakat yang lebih besar.
*Pius Apenobe, Putra Leuwayan