Cerpen: Mengukir Senja di Pantai Nusantara
Ilustrasi, Pixabay.com |
Cerpen
Oleh
Sudarjo Abd Hamid
RAKATNTT.COM
– Wowong, sebuah Desa kecil di pantai selatan Lembata, menyimpan sejuta
kenangan penuh arti, menjadi ritme ingatan setiap tapak yang menjejak di atas
hamparan pasir putih nan kristal tersebut.
Bak
selokan dengan tonggak nyiur mengakar sehasta, pohon akasia memayung seakan
tutup rapat sorotan sinar senja, terpantul silau manja kelopak yang kian perih
oleh desir pasir pantai. Onggokan gunung sedikit menjulang manja, dengan selimut
sabana berderai mewarna gagah cipta Khalik.
Langkah
lunglai munyusur pantai Nusantara, patahan terumbu mati terseok sembunyi di balik
kristal susu pasir, sepenggal kayu terkupas kulit terayun oleh mainan ombak
beringas di tepian samudera. Menambah koyak
hati yang kian luruh oleh kalimat pamungkas yang mendarah.
Senja
kian menguning pada garis batas, nelayan berduyun gegas pergi ke teras hunian,
panggulan hasil menyuluh, biota laut bernutrisi memadati wadah bundar,
semringah berceloteh dari wajah penduduk pribumi. Gembira atas pemberian Tuhan
lauk malam yang sungguh tayyibah tersaji.
Kaki
kekar tancap dalam hamburan pasir, ayunan tangan penuh makna terbaca oleh alam,
kokoh dua tiga sandingan pulau kenari membuat eksotik senja yang berwarna kian
memukau, menampar sekujur harap kian menganga luka yang melebar.
Ku-genggam
pasir sekuat niat, ingin ku hamburkan di wajah yang terus membayang, atas
segala yang terberi dengan sejuta duka beribu luka. Gesekan tumit semakin dalam mengubur tungkai kekar, angin pantai
sepoih menusuk ujung ubun. Cahaya alam mulai redup oleh panggilan malam, tapi ku
masih sendiri menepi dalam kalut luka yang membusuk.
Sewindu
berdoa mengharap iba kasih, terus asa memucuk derma, terkumpul rupiah untuk
ijab di kantor KUA. Tersiar sekampung hingga mencuat tetangga, atas pernyataan
untuk menuai bahtera menuju tanjung Harapan. Semua terlanjur ungkap, kerah
fikir hingga modal menumpuk pinta kepadamu, namun di tengah senja kau berlayar
bersama nahkoda pilihan yang bukan aku bersama, mengarungi sekoci suci
yang telah aku siapkan berlabuh di
dermaga kayu reot.
Patahan
hati jatuh terendam, oleh dinginnya laut. Ku terbawa arus tak berarah, sesekali
melempar pada bibir pantai, hingga aku lemas tak berdaya, oleh ulahmu mengukir
senja di pantai nusantara.