Politik AHY dan Demokrat, Ini Teorinya
Oleh Pius Nobe, S.sos Politisi Muda Asal Lembata |
Dunia medsos lagi ramai bahas tentang pernyataan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan surat yang dilayangkan secara resmi oleh AHY sebagai pimpinan partai demokrat ke bapak presiden Joko Widodo. Hanya ada dua tanggapan yakni pertama dari orang yang tidak suka dengan dunia politik mungkin saja malas untuk mendengar berita berita seperti ini. Kedua, orang yang suka dengan dunia politik. Yang kedua ini justru memunculkan berbagai macam tanggapan.
1. Kader Partai Demokrat sendiri.
a. Kader pendukung AHY. Kader kader ini akan matian-matian memposisikan pandanga untuk mendukung
apapun yang dilakukan AHY.
b. Kader yang tidak mendukung AHY. Kader kader ini tentu saja
berpendapat terbalik dari kader pendukung AHY. Pendapatnya tentu mengarah ke
pergantian AHY sebagai ketua umum dengan alasan tertentu agar tidak menciderai
nama partai.
2. Politisi non Partai Demokrat
Apapun itu, Demokrat sebagai partai politik tentu secara politik pula politisi politisi non partai demokrat akan berusaha sekuat tenaga memanfaatkan moment ini sebagai ajang dimana mereka menunjukan jati diri sebagai politisi. Bisa saja dengan mencederai AHY, bisa juga berpendapat buruk tentang partai demokrat untuk mendulang suara ketika pemilu nanti. Dan inilah momentnya.
Kita focus ke politik AHY dan partai Demokrat
sendiri. Bagaimana politik AHY dan Demokrat dalam teori politik? Ini
dia; secara konseptual, asal kata dari pencitraan dari citra, yang merupakan
sebuah konteks positif yang merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki oleh
politikus, untuk membungkus ide dan gagasan dan dijual agar dapat ‘dibeli’ oleh
masyarakat pemilih.
Demokrasi dipahami hampir semua negara saat ini
sebagai sistem terbaik bernegara, tak terkecuali Indonesia. Semenjak awal kemerdekaannya,
sampai sekarang, Indonesia tetap konsisten walaupun dengan segala variasi dan dinamika.
Keberadaan partai politik (parpol) merupakan keniscayaan sebagai representasi
peran rakyat dalam bernegara. Di Indonesia, nuansa perpolitikan dengan segala
liku-likunya yang bermuara pada kekuasaan adalah suatu hal yang menarik untuk
dicermati, baik dalam tataran sarana dan aksi, maupun tujuan.
Parpol dan elite politik menempati posisi
strategis dalam memainkan peran keberlangsungan penyelenggaraan pemerintahan.
Karena itu “gaya” perpolitikan parpol memberi kontribusi secara teoritis dan
praktis dalam membangun Indonesia berkemajuan.
Berbicara tentang AHY tentu tidak terlepas dari
SBY yang adalah bapak kandung dari AHY sendiri. Peranan SBY dalam urusan
politik partai demokrat tentu secara politis pula dikatakan masih sangat besar.
Melalui anaknya, SBY dapat memainkan peranannya. Dan bagi saya, SBY paham betul
bagaimana cara membangun citra partai.
Dilihat dari trek record-nya SBY pun, bagi saya
SBY sangat lihai memainkan politik pencitraan. Teori pencitraan menjelaskan
bahwa pencitraan dalam politik sebagai salah satu cara untuk mempopulerkan diri
dan organisasi yang dipimpinnya.
Nimmo menyebut pencitraan sebagai cara
seseorang untuk menghubungkan dirinya dengan orang lain, sehingga pencitraan
dalam kegiatan politik dapat dilakukan melalui: Pertama, pure publicity, yakni memopulerkan diri melalui aktivitas
masyarakat dengan setting sosial yang natural atau apa adanya.
Kedua, free
ride publicity, yakni publisitas dengan cara memanfaatkan akses atau
menunggangi pihak lain untuk turut memopulerkan diri. Ketiga, tie-in publicity yakni memanfaatkan
kejadian-kejadian yang sangat luar biasa, seperti peristiwa tsunami, gempa
bumi, banjir dan lain-lain. Misalnya partai mencitrakan dirinya sebagai partai
yang sangat perhatian dengan bencana-bencana tersebut, sehingga partai dianggap
memiliki kepedulian sosial. Keempat, paid
publicity yakni cara memopulerkan diri lewat pembelian rubrik atau program,
dan lain-lain.
Personal
branding menjadi tolak ukur untuk memahami bagaimana
mengerti tentang sebuah pergerakan tokoh politik tertentu untuk memperoleh
nilai nilai perjuangan partai politik di mata public. Terlihat bagaimana
seorang politisi membangun identitas citra diri dengan tujuan sebagai senjata
untuk meninabobokan pandangan public terhadap dirinya sendiri. Tujuannya adalah public pemilih membenarkan
apa yang dilakukannya.
Dengan demikian, public akan cenderung melihat
sosok tertentu untuk dijadikan referensi pilihan politik. Yang Secara teori
politik, justru menghilangkan substansi tentang identitas program kesejahteraan
yang seharusnya ditawarkan ke masyarakat. Ini sangat penting untuk diketahui
bahwa politik pencitraan kadang membentuk politisi menjadi cengeng dan tidak lagi
berwibawa terkhusus dalam hal bagaimana memerjuangkan kepentingan masyarakat. Yang
penting menang. Itulah referensi kebanyakan politisi saat ini, yang secara
tidak sadar politik kehilangan fondasinya dan masyarakat sebagian sudah
terperangkap dalam pilihan politik identitas.
Kembali ke AHY, bahwa sebagian orang tidak
salah berspekulasi dengan menyebut bahwa tindakan AHY tersebut sangat kekanak-kanakan.
Ada yang menyebut AHY seperti seorang anak sekolah yang sedang merengek
ketakutan dan melapor ke kepala sekolah. Lebih
baik berjuang untuk kepentingan masyarakat ketimbang mengeluh yang hanya
menguras tenaga karena akan dipandang sebagai politik jual pisang bungkus.
Pisang yang sudah dibungkus rapih dengan terigu
dan daun pisang. Tidak perlu menggiring derajat pengetahuan public ke dalam
pengetahuan ketokohan yang akan menghilangkan aspek substansial dalam proses
analisis pemilih dalam menggunakan hak suara. Artinya bahwa masyarakat butuh figure
yang memperjuangkan apa yang menjadi kepentingan rakyat bukan politisi yang
sekedar pintar bermain akrobat.