Nagi Wureh dalam Hari-Hari Menjelang Pra Paskah
Nagi Wureh dalam hari-Hari Menjelang Pra Paskah
.
Nagi Wureh, Adonara |
Nagi
Wureh atau Desa Wureh adalah salah satu wilayah Desa yang berada di pulau
Adonara. Dalam tatanan pemerintahan formal, nagi Wureh atau Desa Wureh, masuk
dalam wilayah Kecamatan Adonara barat, Kabupaten Flores timur, Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Indonesia.
Sebelumnya
saya lebih damai menggunakan kata Nagi untuk Desa yang berada di pesisir pantai
Adonara dan berhadapan langsung dengan kota Larantuka tersebut, sebagai
ungkapan familiar bagi Desa yang berciri khas menggunakan dialek Nagi ini. Nagi
secara harafiah berarti kampung. Sebutan ini berasal dari bahasa melayu-Larantuka. Selain itu, Nagi Wureh
juga dikenal sebagai Desa ziarah dengan kekhasan tradisi yang ditinggalkan oleh
leluhur dan di wariskan hingga sekarang.
Upacara
tradisi Hari Bae Nagi atau Semana Santa,
membuat Nagi Wureh tidak asing lagi dikenal di wilayah kabupaten Flores
timur, Provinsi NTT, negara Indonesia dan bahkan dunia. Nagi Wureh dihuni oleh
penduduk dan umat dengan ciri khas beragama Katolik. Sebagai anak Nagi yang dilahirkan
dan dibesarkan di tempat ini, saya bangga dengan semua tradisi yang masih di
pertahankan dengan keyakinan Katolik yang kokoh.
Dalam hari-hari menjelang masa pra paskah, orang Wureh sendiri mempunyai tradisi yang tentu tidak dimiliki oleh daerah-daerah yang lain. Enam hari dalam dua minggu, sebelum Rabu Abu, orang Wureh menjalankan tradisi perpetu gereja dan perpetu kapela.
Tradisi
ini dibuat agar kita sebagai umat Katolik, terkhusus orang Wureh menyadari
bahwa Hari Bae Nagi atau Semana Santa sudah di ambang pintu. Kita diminta untuk
terlebih dahulu mempersiapkan hati dan batin kita untuk menyambut masa Pra
Paskah atau masa ret-ret agung Gereja. Kita terlebih dahulu mengakui sesal dan
tobat kita, agar Kristus yang tersalib tidak terlalu memiliki beban yang berat
atas dosa-dosa kita.
Dalam
tradisi ini, adapun beberapa lagu tradisi yang dinyanyikan menggunakan bahasa
Latin. Sebagai anak Nagi, saya bangga ketika Conferia yang dipercayakan sebagai benteng terdepan untuk
mempertahankan tradisi, dengan gagah dan merdu menyanyikan lagu-lagu tradisi
yang nyata tanpa not dalam setiap kalimat atau syair lagu tersebut.
Sunyi,
senyap, damai bersemi di batin, ketika pada pukul 18.00 Wita, lonceng gereja dibunyikan
pertanda kita harus masuk ke dalam rumah hati kita untuk bersama-sama
menjalankan ibadah tradisi. Kita memang tidak bisa hadir dan berkumpul bersama
di gereja dan di kapela untuk bersama-sama menjalankan ibadah tradisi. Namun,
satu yang kita percaya bahwa Tuhan yang adalah pelindung dan penolong kita,
senantiasa berada di sisi kita.
Tetaplah
kuat di dalam iman. Sebab imanmu dapat menolongmu. Selamat menjalankan masa pra
paskah, masa ret-ret agung gereja.
Tuhan
memberkati.
Oleh Astuti Karwayu, warga Desa Wureh