Legenda Wei Lawan di Kedang
Ilustrasi: Pixabay.com |
Sebelum melanjutkan cerita ini; terlebih dahulu kita mengenal silsila kedua tokoh sentral dalam legenda Wei lawan di bawah ini.
Timu Bou - Bou Bete’- Bete’ Leme - Leme Raking - Raking Todo - Todo Lele - Lele Kayo -Kayo Baran - Baran Ai dan seterusnya.
Suatu hari, Bou Bete’ pergi berburu binatang hutan sebagaimana kebiasaannya setiap hari. Hampir setiap hari, ia selalu berhasil mendapat binatang buruannya. Namun, kali ini perjuangannya sia-sia belaka. Sepanjang hari, ia mencari binatang buruannya seperti babi atau rusa di sekitar tempat tinggal mereka tetapi tidak beruntung.
Petualangannya akhirnya tiba di dekat sebuah kali mati. Di situ, ia dan anjing-anjing peliharaannya beristirahat sejenak karena rasa dahaga. Sebab, di sekitar tempat tersebut tidak ada mata air untuk melepas dahaga. Akhirnya, dengan penuh keyakinan, ia pun bersumpah kepada alam agar keinginannya bisa tercapai. Ia mengiginkan sebuah mata air mengalir keluar dari kali mati di sekitar tempat ia beristirahat.
Isi sumpahnya ialah, “Jika ada sebuah mata air keluar dari kali tersebut, kemudian saya dan anjing-anjing saya minum sampai puas, maka saya akan menyerahkan putri tunggal saya kepada pemilik mata air (Neda Hari) sebagai imbalannya. Saya juga menginginkan agar air tersebut harus mengalir sampai bun sawa (sampai di laut).”
Tak berapa lama kemudian, terlihat beberapa dedauana pohon bergoyang-goyang seperti ditiup angin atau seperti ada yang menggerakkannya. Tiba-tiba, mengalirlah sebuah mata air di hadapannya dengan sangat lancar dan deras. Ia merasa senang, kemudian bersama anjing-anjing peliharaanya melepas dahaga pada mata air tersebut. Lalu kembali ke Tua’ Wei.
Putrinya Bermimpi
Setelah kejadian di kali tersebut, Timu Bou atau putri dari Bou Bete’ mulai merasa ada gangguan. Ia mulai merasa lemah tubuhnya bahkan sangat sulit berjalan kaki dengan jarak yang jauh. Saban hari, ia hanya terbaring di atas bale-bale. Suatu malam, Timu Bou bermimpi bahwa ia didatangi seorang pemuda ganteng, berambut air dan kulit putih untuk meminangnya. Lewat mimpi tersebut, Timu Bou pun sadar bahwa sesungguhnya ia sudah diserahkan oleh ayah kandungnya kepada Neda Hari. Maka, ia pun mendesak ayahnya untuk mengantarnya ke mata air tersebut. Ayahnya pun memenuhi permintaan putrinya walaupun merasa berat hati.
Namun, penyesalan selalu datang kemudian. Bou bete' dan Boli Bou mengantar Timu Bou ke mata air tersebut bersama dengan perlengkapan lain milik putrinya. Keduanya membaringkan Timu Bou di atas sebuah bale-bale kemudian mereka pulang ke rumah mereka. Karena merasa sedih, dari kejauhan keduanya selalu menoleh untuk berpamitan dengan Timu Bou.
Namun, Ia mendesak, “Aba, o bale de’ nu ma neda hari sema hora’ hawing e’i – Bapa pulanglah sudah supaya pemilik mata air ini bisa datang menjemput saya.” Ayah dan saudaranya pun berlangkah pulang ke rumah dengan air mata mengalir membasahi pipi. Terdengar dari jauh, dentuman seperti ombak laut sawu. Rupanya, neda hari sudah menjemputnya.
Belis Timu Bou
Dua hari kemudian, Bou Bete’ datang ke mata air tersebut untuk mengambil belis dari Neda hari. Namun, yang ia dapati ialah Tempurung kelapa, Elir (bagian yang membungkus bunga kelapa) dan kulit buah kemiri. Karena merasa tidak berguna, maka ia pun tidak mengambil benda-benda tersebut sebagai belis tapi langsung kembali ke rumahnya.
Suatu hari, moyang dari suku E’a Pu’en yaitu Beni Hitong – nama lain dari Beni Hereng - (waktu itu mereka masih tinggal di E’a Pu’en Leu Bo’ol di Aliuroba sekarang) baru pulang menyulu di laut. Sampai di mata air tersebut, ia mengambil elir dan bawa pulang ke rumahnya di E’a Pu’en Leu Bo’ol. Elir itu, ia simpan di depan rumahnya. Beberapa hari kemudian, Elir itu berubah wujud menjadi sebuah Keris yang kemudian ia pakai sebagai senjata dalam berperang.
Baca Juga: Legenda Nama Tempat Tua' Wei di Desa Mahal II
Saat ini, secara administratif, Wei Lawan masuk dalam lokasi Desa Panama, Kecamatan Buyasuri, Lembata. Namun secara adat masuk dalam lokasi ulayat Odel Wala. Wei lawan – air panjang – berarti air yang mengalir sampai ke laut.
Menurut Martinus Meang Odel
Menurut Bapak Martinus Me'ang Odel, perempuan/anak gadis dari suku Odel Wala tidak boleh pergi ambil air di Wei Lawan. Namun, Pada tahun 1967 Molan Kopaq Kuma Apelabi pernah melakukan ritual adat supaya anak gadis odel Wala bisa ambil air di wei lawan untuk mandi, cuci atau minum. Sampai sekarang, anak-anak perempuan Odel wala bisa ke Wei lawan tapi tidak boleh sendirian karena akan dikejar ular atau air seolah-olah meluap menutupi anak gadis tersebut.
Ditulis oleh Rian Odel