Asal-Usul Orang Lembata di NTT
Pulau Lomblen |
RAKATNTT.COM- Ide untuk menulis asal-usul orang
Lembata memang cukup rumit karena sampai saat ini orang Lembata terdiri atas
beragam suku/etnis. Ada yang dari suku Lamaholot,
kedang, bugis, jawa, tionghoa dan lain-lain. Mereka semua
adalah orang Lembata karena lahir, hidup dan mencintai Lembata. Namun, dalam
tulisan ini, saya hanya mengulas dua suku besar (kedang dan Lamaholot).
Motivasi dasar yang menggerakkan saya untuk menulis yaitu ingin menggali
kembali sejarah Lembata sehingga bisa melengkapi sejarah yang sudah ada.
Donatus Dewa Ledjab dalam tulisannya
tentang asal mula orang lembata sudah mengulas cukup jelas tentang asal orang Lembata
dengan narasumbernya yaitu almarhum Bapak Leo Boli Ladjar. Namun, bertolak dari
tulisan itu, juga dari beberapa narasumber yang lain, saya ingin menambahkan
tulisan dari beliau tentang asal mula orang Lembata.
Pada zaman dulu sebagian orang Lembata (lamaholot) masih menghuni pulau lepan
batan dan ketika pulau tersebut tenggelam
dengan sebuah cerita rakyat bahwa terjadi bencana sekitar abad ke-14 (zaman
majapahit) mereka berusaha untuk menyelamatkan diri dan terdampar di pulau
Lembata. Sebelum lepan batan tenggelam, di Lembata bagian timur
sudah ada penghuni yaitu orang kedang (edang)
yang menetap di sekitar gunung Uyelewun. Jadi sebagian besar orang Lembata
khususnya yang menganut paham budaya lamaholot
berasal dari daerah Munaseli dan Lepan
Batan (letaknya antara Pantar dan
Lembata) dan sebagaian dari puncak Uyelewun.
Oleh
karena itu, tulisan dari Donatus Dewa Ledjab perlu ditambahkan bahwa orang
Lembata bukan hanya berasal dari Lepan
Batan karena bencana melainkan juga di Lembata sendiri sudah ada Nenek Moyang
orang Kedang yang memiliki budaya dan bahasa sendiri. Selain itu, saya ingin
mengkritisi tulisan beliau bahwa suku odelwala
di Kedang berasal dari Lepan Batan adalah sebuah kekeliruan karena Odelwala adalah turunan dari Moyang
Uyolewun.
Beliau juga menulis tentang arti dari kata Lama sebagai penghubung suku-suku dari Lepan Batan. Misalnya, wuwur lama tengen, lama tonu
mata, bakan lama wala. Saya tidak mengingkari tulisan itu
tetapi ingin menegaskan bahwa “lama” versi kedang sebenarnya tidak sama dengan lepan batan.
Lembata Sebelum Kemerdekaan
Orang sering menyebut Lembata sebagai tanah Lepan Batan sesuai hikayat asal-usul sebagian orang Lembata. Namun
sebelum kedatangan sebagian orang Lembata dari lepan Batan-Munaseli; orang Kedang menyebut Lembata
sebagai Pulau “Lamale’an(g)”. Lamale’an
merupakan nama moyang dari orang Kedang yang menurut sebuah mitos ia menikah
dengan Peni Muko Lolon (Putri dari dewa Loyo/Matahari).
Jadi, dalam versi
kedang, Lembata pertamakali disebut Tanah Lamale’an
kemudian, ketika bencana di Lepan Batan dan banyak orang yang berusaha
menyelamatkan diri ke Lembata terdampar di tanjung Leur di Rio Roma Kedang juga edang ayaq wei laong dan Noni'.
Mereka diterima oleh orang kedang dan karena di wilayah Lembata timur sudah ada
penghuninya, maka mereka mulai mencari tempat yang baru di wilayah Lembata bagian
barat dan selatan seperti wilayah Atadei, Hada’kewa, Ile ape bahkan sampai ke
Pulau Awololon (sudah tenggelam,
letaknya di depan pelabuhan Lewoleba sekarang) dan sebagainya.
Buku Pesona Lembata Tanah Baja yang ditulis oleh Michael Beding dan Indah Lestari Beding (2006)
tertulis bahwa mereka yang menuju utara mendiami kampung weirian Kedang tetapi harus membuat pernyataan dengan penduduk asli
di Puncak Uyelewun bahwa mereka yang datang sungguh berasal dari lepan Batan. Penduduk uyelewun menuntut bukti bahwa orang lepan Batan harus mengisi tempayan dengan air buah lontar dan buah pinang
muda, kemudian mereka berpesta bersama. Namun, pada saat pesta berlangsung
tempayan itu tersepak tanpa sengaja sehingga terbalik di pinggir pantai dan
menimbulkan mata air yang disebut Weirian
“air besar”.
Oleh karena itu, pada masa itu, sebenarnya tanah Lembata sudah
memiliki nama asli kemudian diubah lagi menjadi Lomblen versi Belanda. Lomblen
sendiri merupakan penyebutan lidah orang Belanda terhadap kata Lamale’an (Bernardus Boli Ujan, 2012 dan
cerita lisan yang masih hidup di Kedang). Jadi orang kedang sejak dulu (bahkan
sampai sekarang) menyebut lamale’an;
Belanda meyebut Lomblen dan ada versi
lain bahwa Lembata juga disebut sebagai Pulau kawula.
Setelah Kemerdekaan
Pascakemerdekaan Republik Indonesia,
pada tanggal 24 Juni 1967 diadakan Musyawarah Kerja Luar Biasa Panitia
Persiapan Pembentukan Kabupaten Lembata di Lewoleba dan tepat di sini nama Lomblen diganti menjadi Lembata. Nama Lembata secara resmi
digunakan pada tanggal 1 Juli 1967 (Viktus Murin, 2009:7 dan https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten
Lembata diakses pada 12 Oktober 2018 ). Menurut sejarah
nama Lembata diberikan oleh Almarhum Yan Kia Poli sebagai akronim dari Lepan Batan. Namun jika
demikian, nama tersebut belum meliputi wilayah Kedang karena penghuninya bukan
dari Lepan Batan melainkan Uyolewun.
Mengapa? Alasannya nomen est omen.
Rencana
terbentuknya otonomi Kabupaten Lembata bertolak
dari spirit statement tanggal 7 Maret 1954 di Hadakewa yang
dilahirkan oleh para pencetusnya yaitu, Petrus Gute Betekeneng, Stanislaus Lela
Tuvan, Mas Abdulsalam Sarabiti, S. Ambarak Badjeher, Yan Kia Poli, Alex Murin,
MA Rayabelen, Pius Bediona, J.Bumi Liliweri, Lambertus Klake Kedang, Bernardus
Boli Krova, Sanga Kei, Antonius Fernandez, Petrus Wuring Beding, Yan Baha
Tolok, Guru Sio Amuntoda, dan beberapa
pencetus lainnya (Ibid.) Melalui
Undang-Undang Nomor 52 tahun 1999, Lembata berdiri menjadi sebuah Kabupaten
otonom yang terpisah dari Kabupaten Flores Timur.
Adapun para pejuang yang
turut melahirkan otonomi Lembata yaitu, Antonius E. Tifaona, Stefanus Sengaji
Betekeneng, Alex Murin, Piet Boli Warat, Paulus Doni Ruing, Joachim Boli
Ladjar, Goris Lewoleba, Petrus Ola Atawolo, Pieter Boliona Keraf, Vian K.
Burin, Thomas T. Ataladjar, Valens Bura, Albert Oleona, Agus Baro Wuran, Saidi
Beda, Rasyidin Hasan, Stefanus Ledo Beyeng dan para pejuang lainnya.
Penutup
Jika kita ingin menelusuri asal-usul orang lembata maka
perlu
bertolak dari semua daerah karena tidak semua orang Lembata berasal dari
Lepan
Batan; ada yang berasal dari mulut gunung sesuai dengan mitos yang
diwariskan, misalnya suku edang uyelewun juga suku ladopurab di ileape.
juga ada saudara-saudara kita yang berasal dari Awololong.
Selain itu, sebagai seorang putra Lomblen yang mencintai sejarah leluhur, tentunya tulisan ini hanya sebuah ringkasan dari berbagai sumber sehingga perlu dilengkapi lagi oleh para PEMBACA!!!! (RO/Admin)
Terima kasih buat RIAN ODEL atas tulisannya. Saya sependapat dengan Rian odel, tentang istilah pulau LAMALEANG, juga tentang etnis Edang yang menghuni lereng gunung uyelewun, dg etnis lamaholot.
ReplyDeletetrimaksih saudara, ayo kita gali sejarah leluhur
DeleteMantapp saudra
ReplyDeletemantap juga
DeleteMantap kk
ReplyDeletePenjelasan yang sangat penting untuk kita ketahui
ReplyDeleteTerima kasih atas tulisan pembanding ini n semoga menjadi alasan penting untuk di dengar bahwa tdk semudah itu mau melupakan sejarah nusa Lomlen.
ReplyDeleteRio Roma adalah tempat yg sekarang di kenal dgn Desa Ruman(g) di sebelah Weirian.
Bukti sejarah sbg tempat persinggahan pertama bagi para eksodus dr pulau Lapan n pulau Batan akibat tsunami atau gelombang pasang.
Perlu direnungkan bahwa tdk semudah merubah nama dr Lomlen menjadi Lembata yg dpt menghilangkan makna dr org Kedang (murun 'Edang) sbg penghuni sulung tanah ini.
Pada kesempatan ini pula sy mau katakan bahwa kembalikan Lembata ke Lomlen agar pendatang baru bs dihargai n tdk dinilai dlm upaya penyingkiran atau pembungkaman bagi tuan tanah di negeri Lomlen ini...