Mengenal Sejarah Suku Odel Wala di Kedang
PENGANTAR
Seperti yang kita ketahui bahwa keaslian suku Odel Wala hingga sekarang masih menjadi perdebatan – ada yang mengatakan bahwa odel wala bukan asli KEDANG MELAINKAN BERASAL DARI MUNASELI-LEPAN BATAN atau bahkan lebih ekstrim bahwa odel wala adalah jelmaan dari Neda Hari (Jin dari laut) sesuai Legenda Koko Bako-Leki Bako.
Beberapa indikasi yang mendukung argumen di atas bisa ditemukan dalam karangan Donatus Dewa Lejap tentang asal-usul orang Lembata (cari di google) dengan nara sumber Leo Boli Ladjar (yang sebenarnya sumbernya diambil di Kedang tanpa mewawancarai sumberi primer dari tetua suku odel wala) atau tulisan Alm. Alo Rupa dan masih ada isu yang berkembang hingga sekarang bahkan juga ditulis oleh seorang Pastor SVD asal Kedang dalam sebuah Tesisnya yang tersimpan di Perpustakaan Ledalero dengan narasumber Alo Rupa.
Hal ini mengakibatkan suku Odel Wala selalu diklaim bukan asli Kedang. Menurut Bapak Leu Lele Odel, klaim tersebut sebenarnya baru dimanipulasi pada masa politik Rian bara' Mas Sarabiti karena pada waktu itu Odel Wala tidak tunduk pada kekuasaanya bahkan seorang leluhur mereka yaitu Leu Laleng berani melawan "roh feodalisme" Mas Sarabiti yang mengklaim sebagai tuan tanah seluruh Kedang. Akibatnya keaslian Odel wala dimanipulasi karena politik hingga sekarang (masa lalu biarlah ia berlalu, kita mengukir masa sekarang dengan cerita yang baru penuh damai).
Selain itu, keaslian odel wala juga dimanipulasi karena, odel wala menyimpan rahasia Sayin Bayan (Perjanjian adat yang bersifat mutlak) antara orang Kedang dan Pandai di Pulau Pantar, Kabupaten Alor yang dicetus oleh moyang mereka yaitu Lake Lele (Lako Bori).
Bapak Leu Lele Odel Wala |
"JADI, ODEL WALA BUKAN BERASAL DARI MUNASELI TETAPI ODEL WALA-LAH (LAKO BORI) YANG BISA MEMBUNUH
DUA PANGLIMA BESAR KERAJAAN MUNASELI YAITU PITO PARA DAN MAU PARA".
"ODEL WALA BUKAN DARI LEPAN BATAN TETAPI ODEL WALA-LAH YANG MENGINJAKKAN KAKI SAMPAI KE LAPAN BATAN".
KODE LAMA LIRENG, TAPO LAMA MENGI, PU WEA’ NANGA LOLON, ANG BA’A ULAR DORO, KUL KEL KALA LEKO’, BOTUNG ILI, TORENG WATA, KOKO UNE' LEKOR WAYAN, LEU NORE NAYA, AWU’ NORE ULI’.
Definisi Odel Wala
Odel wala berarti pemilik tumbuhan talas (asli) yang juga sebuah gambaran akan kelemahlembutan, murni, tulus, jujur (tidak suka memanipulasi sejarah) dan selalu kuat seperti embun di daun talas-yang digoyang angin tetapi tetap teguh menjaga jati diri kemurniannya. Odel wala juga adalah "sulung" dalam suku Peu Uma sawa - walaupun ada sumber yang mengatakan Beni Ai adalah sulung - makanya dikenal dengan sebutan LAMA LIRENG/ TARAN LIRENG (Yang paling Tua).
Pusat odel wala berasal dari moyang BARAN AI.
Baran ai merupakan putra sulung dari AI-PU’EN. Pada suatu kesempatan bertempat di Kampung Lama Peu Uma sawa, Baran Ai bersama saudara-saudaranya yaitu, Beni, Bote, Matan, Lean mengadakan sebuah pesta sayembara dan menyembelih seekor merpati/manu' burong. Jika salah satu di antara mereka tidak mendapat bagian, ia harus pergi dari Kedang. Hasilnya mereka semua mendapat bagian dari daging tersebut.
Kemudian, mereka mengadakan kesepakatan lagi dan mengurbankan seekor Kerbau dan hasilnya Baran Ai tidak mendapat bagian maka ia harus bermigrasi dari Kedang. Dia diberi beberapa barang pusaka warisan Ai Pu'en yaitu Lapa' Koda wula Loyo (Batu sakral), Sura' Basaloi Ua Wei Weren, Manu' Singkoko’ (ayam ajaib) dan Ola' Wolo' (batu besi panas).
Diperkirakan sayembara tersebut, terjadi sekitar tahun 800/900-an Masehi. Baran Ai kemudian pergi melewati hutan raksasa; melewati perbukitan dengan gagah berani untuk mencari tempat tinggal yang aman.
Persinggahan pertama Baran Ai yaitu Nuha Nera (Tapo Baran). Kemudian ia melanjutkan perjalanan sampai ke Suba Wutu' (ujung lembata/ maka sebenarnya Baran ai adalah seorang penjelajah). Baran Ai melahirkan Lalung Baran dan Kayo Baran. Kayo melahirkan Lele Kayo.
Lantaran Lele Kayo tidak merasa betah di Suba Wutu' maka ia pun kembali ke Kedang - melanjutkan perjalanan ke Atanila. Di Atanila, odel wala berjumpa dengan suku Leu Ape (sekarang di desa mahal) dan Dolulolo’ (sekarang suku Lamukang di dolulolong). Lele Kayo melahirkan 5 orang putra yaitu:
LAKE LELE (LAKO BORI), RAYA LELE, KOA LELE (KOA LAGADONI/KOA ULUMADO), BAHA/BALA LELE dan TODO LELE (todo tahal).
Lele kayo meninggal di Atanila. Pada suatu hari, anggota suku Dolulolo’ yaitu BOLI MAU dan BARA MAU melepas pukat di darat untuk menjerat seekor rusa raksasa. Akibatnya terjadilah bencana besar.
Ketiga suku tersebut pun berpencar (leuape, odel wala dan dolulolo’) Leu ape dan Odel wala bermigrasi bersama sehingga dikenal istilah:
OLAQ WOLOQ ODEL WALA, WUYO PAYI LEU APE. (Ola' wolo' atau besi milik odel wala masih terdapat di kampung Atanila. menurut Leu Lele Odel, besi tersebut kemudian digunakan oleh Dolulolo' untuk bawal pui' / pandai besi sesuai dengan kemampuan mereka).
Dolulolo’ memisahkan diri dan kemudian tiba di Leu Tamal, Rawa Atarodang ( sekarang dolulolo’). Kelima saudara tersebut (lake, todo, koa, raya, bala) singgah di lokasi Wei liang Layar di Hule sekarang.
Pada suatu saat, terjadilah perang antara 5 saudara tersebut melawan jin air wei liang layar (neda hari). Pertempuran itu dimenangkan oleh Odel Wala dan mereka merampas Layar emas/layar weren dari jin laut sehingga saat itu odel wala mulai bermigrasi menggunakan Perahu dan layar emas tersebut dipasang pada perahu ajaib yang menurut cerita diciptakan oleh Ayam ajaib-Manu' singkoko'.
Menurut Bapak Beda Pati dan Lalang Hading, Mereka menetap cukup lama di daerah Hule sekarang atau di Bukit Atalewar dan mendirikan "istana" yang disebut Ebang LagadoniLagadoni dan di Walangnapoq tepatnya di tempat yang disebut Wei Odel.
Perjalanan Kemudian dilanjudkan dan pada akhirnya berlabuh di lokasi Noni' Beni (sekarang Noni'). Sedangkan Leu Ape sudah lebih dulu pergi ketika odel wala masih di wei liang layar; dan mereka (leu ape) sampai di Lokasi Patu' Beni (sekarang wei bu patuq di angar laleng). Noni' Beni dan Patu' Beni adalah dua saudara kandung yang tidak meninggalkan keturunan maka Uhe Awu' Noni' diserahkan kepada Odel wala sedangkan patu' Beni kepada Leu ape).
Noni' wutu' e'a maren
odel wala se'i sara moni' bareng
pau se'e lili ode'
tutu' se'i tode-tode
Puncak Bukit Noni'-Ulayat Odel Wala |
Diperkirakan odelwala menghuni lokasi Noniq sekitar 1200/1300-an Masehi karena pada masa ini Pulau lepan batan belum tenggelam dan sesuai catatan kerajaan majapahit; mereka pernah menyinggahi pulau itu (Bdk. asal-usul lamalera di google/ sejarah perang munaseli).
Odel wala menetap di puncak bukit (sekarang Pu’a/ Lili odeq). Pada suatu hari, ke 5 saudara tersebut pergi mengail (bele pue’) di pulau Lepan Batan selama 4 hari sedangkan istri anak mereka tetap tinggal menjaga rumah. Kemanapun mereka pergi, harta warisan atau pusaka tetap dibawa serta.
Ketika mereka Kembali dari Lepan Batan ke Noni', bencana besar sudah melanda istri dan anak-anak di Noniq yaitu Jin laut (omang) melakukan aksi balas dendam. Mereka menyerang istri anak itu dan membunuh mereka tanpa sisa satu nyawapun (omang mencungkil habis bola mata istri dan anak-anak). Oh.. Sungguh kejam peristiwa itu.
Maka mereka bersepakat untuk bermigrasi lagi ke luar wilayah Kedang kecuali si bungsu Yaitu Todo Lele tetap menetap di Noni' untuk Tunu Koda Dayang Wade'. Mereka yang bermigrasi yaitu BALA, RAYA, KOA, LAKE dan meninggalkan bukti Bekas Kaki di batu Melang (walaupun ada versi dari suku orolaleng dan leu hapu sebagai kepunyaan mereka - semua itu tetap dihargai).
Todo Lele berpendirian untuk tetap menetap di Kedang. Ke empan orang itu bermigrasi melalui jalur pantai selatan dengan menggunakan perahu dan persinggahan pertama di tanjung Labala.
Di tempat ini seorang saudara mereka yang bernama Bala Lele menetap dan beranak pinak di sini. Sura’ Basaloi Ua Wei Weren (surat kesulungan) diserahkan kepadanya, (penulis belum tahu apakah Bala Lele masih memiliki keturunan asli di Labala?). Lalu ketiga saudara lagi melanjutkan perjalanan dan singgah di solor kemudia perjalanan dilanjutkan ke Botung Adonara.
Bahkan diceritakan bahwa Koa Lele (Koa Lagadoni-Koa Ulumado) pergi sampai ke Jawa lalu kembali ke Lembata (entah mitos/fakta tapi itulah sebuah warisan yang dituturkan). Kemudian dua yang lain melanjutkan perjalanan sampai ke larantuka karena diundang oleh raja Larantuka untuk membantu sebuah pertempuran besar dan di sini Raya Lele menetap dan beranak pinak (melahirkan suku Blanteran? - versi odel wala ).
Sedangkan Lake Lele kembali ke kedang melewati pantai utara Lembata dengan menggunakan perahu dan singgah di Atawatung Ileape. Artinya, pada masa itu sudah ada orang di Atawatung selain saudara-sudara kita yang datang dari lepan batan akibat bencana.
Di sini, dia menikah dengan seorang perempuan perkasa bernama Bori. Lantaran tubuh Lake Lele penuh dengan buluh yang tebal maka Orang Ile Ape memanggilnya Lako yang berarti musang. Kemudian Lako dan Bori kembali ke Kedang untuk mencari adik bungsu yaitu Todo Lele (Todo Tahal). Lako Bori akhirnya tiba di Kalikur dan menetap bersama Tuan Tanah dari suku HONI’ERO.
LAKO BORI INILAH YANG MENJADI PENCETUS SAYIN BAYAN KEDANG DAN PANDAI; Baca Juga Sayin Bayan Kedang dan Kerajaan Pandai
SAMBUNG TODO LELE
Puluhan tahun kemudian, datanglah serombongan orang lepan batan ke Noni' - entah karena ada faktor bencana di lepan batan atau juga faktor lain - penulis belum bisa mengambil kesimpulan karena pada waktu itu pantai selatan merupakan jalur pelayaran.
Dari kejauhan mereka melihat cahaya api di puncak bukit Noni' dan juga ada sisa-sisa bangunan rumah/ Ebang, maka mereka pun menyinggahi tempat itu. Dalam beberapa buku sejarah lembata, disebutkan bahwa banyak rombongan lepan batan sempat menyinggahi Noni' karena merupakan tempat hunian oleh turunan Baran Ai.
Namun, mereka tidak menemukan seorang pun di Noni', karena Todo Lele sudah bermigrasi ke arah gunung. Versi yang penulis temukan ialah bahwa pada waktu itu rombongan lepan batan tersebut mendapat petunjuk dari orang-orang di sekitar Noni' (mungkin leu ape-leu hapu/orolaleng) bahwa sebagian orang odel wala dan rombongan lepan batan yang lain sudah bermigrasi ke arah Labala, makanya merekapun mengejar Bala Lele dan saudara-saudaranya ke Labala. Mungkin rombongan inilah yang disebut suku Mayeli di Labala??
Todo Tahal
Todo Lele kemudian bermigrasi ke wilayah utara dan singgah pertama di bukit PAYONG KOTO' MANU' (Wilayah administrasi Desa Panama). Tujuan Todo Lele yaitu ingin kembali ke kampung lama Peu Uma Sawa tapi tak tercapai.
Di BuKit Payong kotoq manu', ayam singkoko terlepas sehingga Todo Lele meratapi kehilangan tersebut dan memberi nama tempat itu dengan sebutan Payong Koto' Manu' (Payong memanggil ayam).
Salah satu keyakinan orang Odel Wala bahwa tempat di mana ayam siring kokok berhenti, maka moyang odel wala akan berlayar sampai ke tempat itu. Barangkali berhenti di Munaseli karena moyang Odel wala yaitu Lako Bori berlayar sampai di Munaseli Pulau Pantar.
Pada suatu hari, seorang pendekar dari Tua' Mado yaitu ManuHoe' sedang pergi ke arah bukit tersebut untuk memeriksa hasil jeratannya tetapi ia kemudian berjumpa dengan Todo Lele, maka Ia pun mengajak Todo Lele untuk ikut bersamanya dalam rangka mengamankan perang antarsuku waktu itu di sekitar Tua'mado.
Selanjutnya perjalanan diteruskan melewati perbukitan batu yang congkak dan kejam. Namun, telapak kaki Todo Lele sangat ampuh seperti telapak seorang raksasa sehingga setiap kali melewati bukit; bebatuan ataupun tanah menjadi "longsor" sehingga ia disebut Todo Tahal.
Di wilayah Wa'kio-Tua'mado, Todo lele menetap dan memperistri Tontore dari Potiretu. Ia menetap lama di sini bahkan menjadi panglima perang dan ketika berperang ia tidak menggunakan senjata tetapi hanya dengan sentakan kaki (Todo Tahal) tanah menjadi "seperti" gempa dan musuhpun melarikan diri sehingga pertempuran tidak terjadi.
Ketika Ia berhasil menyelesaikan permasalahan perang antarsuku maupun pada saat berhasil berburu binatang hutan, Todo Lele berpesta bersama selusin anaknya. Mereka Namang Nedung bersama sehingga tempat tinggal mereka disebut Odel Awu' Redung.
Setelah beberapa tahun di Tua' mado, Todo bersama Tontore bermigrasi dengan alasan di tempat itu cuaca amat dingin - do' ero wehe napo' deler ara oni emin ha'a wara'. Mereka kemudian ke wilayah barat dan menetap di lokasi milik Haba Leu dan Lawe Leu yang mempunyai istri Huer Moi dan Haer Moi.
Haba dan Lawe tidak melahirkan keturunan sehingga hak Uhe Awu'/tanah adat suku di tempat itu diserahkan kepada Todo Lele (yang melahirkan odel wala sampai sekarang). Todo Lele melahirkan: Toda, Tapo, Raking, Bu'u, Raba, Riti', Bolong, Ta', Belang, Wing, Wahen, Sawe, Opa, Luhi.
Kampung Lama Suku Odel Wala: Leu Tuan Tene Maya' |
Toda melahirkan Odel wala, Tapo (La'a Koba’ Tapo/mahal 1), Raking (lokasi Tuaq wei/mahal 2), Bu'u (perung peu bu’u/mahal 2), Raba (perung pada raba/panama), Riti' (lokasi la’a Ritiq/lokasi perbatasan antara Mahal 1 dan Neda’ wala), Bolong (Ite laleng/Odel Leu Utun-belakang gereja Hobamatan-Mereka adalah pemilik Duli Uhe di Kampung Hobamatan atau yang disebut: Pito Take' Hereng Take, Mole Manu' Male Manu'), Ta' (riang weheq/mahal 1), Belang (lokasi Bitir Belang, awaq Belang, Opaq belang, Oyan Belang, Bulu Belang), Wing (La’a Leu wing/Mahal 1), Wahen (Leuwahen/mahal 1), Sawe (Binen yang turunannya sampai pada molan Hitong) Opa menikah dengan Kete Dau dan Luhi Menikah dengan Wala Dau.
CATATAN
Lima saudara yaitu:
Lake Lele (Lako bori/ panglima perang sampai munaseli), Raya Lele (Larantuka), koa Lele (koa ulu mado: sampai ke Jawa), Bala Lele (Labala), Todo Lele (Todo Tahal/ kaki raksasa: Odel wala, desa mahal, omesuri).
Pada tahun 2000-an (penulis berumur sekitar 7 tahun) di puncak bukit Noni' masih berdiri kokoh kayu penyanggah rumah dari 5 putra raja itu tetapi karena IRI-DENGKI-KEANGKUHAN oknum tertentulah yang telah menghilangkannya supaya sejarah ini pun dibuang begitu saja. maka sebagai turunan asli BARAN AI saatnya saya membuka sejarah ini untuk kepentingan kita semua.
Narasumber : bpk. Sili sulong (peu sawa), Beda Pati, Lalang Hading, amo
Beyeng boyang raba (Hule walang napoq), bpk. Leu Lele odel, Nenek Stephanus Matur Odel.
Penulis Rian Odel, wa: 081337652194;